JAKARTA, iNews.id – Terpilihnya Ferdinand Marcos Jr sebagai presiden Filipina terus memantik kontroversi dinegara tersebut.
Disamping ketakutan akan gaya kepemimpinan Ferdinand Marcos Jr yang disebut akan mengikuti mendiang ayahnya Ferdinand Marcos yang diktator, kali ini isu beredar bahwa Ferdinand Marcos Jr merupakan sosok yang condong akan bekerjasama dengan China dibanding Amerika Serikat (AS).
BACA JUGA: Pilpres 2024: Jokowi dan Megawati King Maker, Duet Prabowo-Puan Maharani Potensial Jadi Titik Temu
Dilansir Reuters, Marcos, putra dan senama mantan diktator negara itu, memiliki hubungan lama dengan China dan sedang mencari kesepakatan baru dengan penguasa China Xi Jinping atas perairan yang diperebutkan di Laut China Selatan.
Hubungan Marcos dengan Amerika Serikat, di sisi lain, diperumit oleh penghinaan terhadap perintah pengadilan karena penolakannya untuk bekerja sama dengan Pengadilan Distrik Hawaii, yang pada tahun 1995 memerintahkan keluarga Marcos untuk membayar $ 2 miliar kekayaan yang dijarah kepada para korban.
BACA JUGA: Kandaskan Aston Villa, Liverpool Bayangi Man City di Puncak Klasemen
Filipina adalah titik tumpu persaingan geopolitik antara AS dan China, dengan wilayah maritimnya yang meliputi bagian dari Laut China Selatan, jalur air yang strategis dan kaya sumber daya di mana China juga mengklaim kedaulatannya.
Pada tahun 2016, pengadilan arbitrase yang dibentuk berdasarkan Hukum Laut Internasional memutuskan mendukung Filipina atas klaim China, keputusan yang diambil alih oleh negara-negara penuntut lainnya, serta AS dan sekutunya terkait dengan pembangunan instalasi militer China di pulau-pulau.
Namun dalam wawancara selama kampanye pemilihan, Marcos mengatakan keputusan itu "tidak efektif" karena China tidak mengakuinya. Dia akan mencari kesepakatan bilateral dengan China untuk menyelesaikan perbedaan mereka, katanya.
“Jika Anda membiarkan AS masuk, Anda menjadikan China musuh Anda,” katanya kepada Radio DZRH. "Saya pikir kita bisa mencapai kesepakatan (dengan China). Faktanya, orang-orang dari kedutaan China adalah teman saya. Kami telah membicarakan hal itu."
Antonio Carpio, mantan Hakim Mahkamah Agung yang memimpin tim hukum Filipina di pengadilan arbitrase, mengatakan sikap Marcos adalah "pengkhianatan". "Dia memihak China melawan Filipina," katanya.
Rommel Banlaoi, pakar keamanan yang berbasis di Manila, mengatakan Marcos, yang juga dikenal sebagai Bongbong, menginginkan hubungan yang lebih bersahabat dengan China tetapi tidak dengan mengorbankan wilayah.
"Dia terbuka untuk konsultasi langsung dan negosiasi bilateral dengan China untuk menyelesaikan perbedaan mereka," katanya. "Dia bersedia untuk mengeksplorasi bidang kerja sama pragmatis dengan China, termasuk pengembangan gas alam dan minyak di Laut Filipina Barat."
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait