MANADO, iNewsManado.com - Kata Minahasa merupakan nama etnis di Sulawesi Utara. Minahasa menjadi etnis terbesar di Sulawesi Utara dengan tidak pertumbuhan masyarakat yang tinggi.
Dilansir berbagai sumber pada Jumat (5/7/2024), di Minahasa juga yang memopulerkan tradisi pengucapan syukur. Tradisi ini berakar dari budaya syukur masyarakat Minahasa yang didasarkan pada pekerjaan mereka sebagai petani.
Setelah panen, mereka mengadakan syukuran sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan tersebut.
Konsep kerja dalam masyarakat Minahasa dipengaruhi oleh budaya petani yang meyakini bahwa hidup adalah untuk bekerja secara fisik dengan sungguh-sungguh agar sukses.
Hasil kerja menjadi dasar untuk kelangsungan hidup, dan kerja harus disertai doa untuk mendapatkan berkat dari Tuhan.
Kata Minahasa berasal dari kata "Mina" yang berarti telah diadakan atau terjadi, dan "Asa" atau "Esa" yang berarti satu. Jadi, Minahasa berarti "telah diadakan persatuan" atau "mereka yang telah bersatu." Ketika persatuan diadakan, disebut Mahasa, yang pertama kali diadakan di Watu Pinawetengan untuk pembagian wilayah pemukiman.
Mahasa kedua untuk melawan ekspansi kerajaan Bolaang-Mongondow, dan Mahasa ketiga untuk menyelesaikan pertikaian antara Walak Kakaskasen yang berlokasi di Lotta (Kakaskasen, Lotta, dan Tateli) dengan Bantik, semuanya dari garis keturunan Toar-Lumimuut.
Sejak tahun 1970-an, masyarakat Minahasa mulai mempertanyakan budaya asli mereka. Pada awalnya, orang Minahasa tidak mengetahui asal-usul sejarah mereka secara jelas, selain dari cerita mitos tentang Toar dan Lumimuut
Penduduk Minahasa baik di kota maupun di desa umumnya tidak lagi menampilkan unsur-unsur budaya asli seperti suku-suku bangsa lain di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh perubahan sejarah yang cepat sejak pertemuan dengan orang Eropa, terutama pada masa kolonial Belanda di abad ke-19.
Masuknya budaya asing di Minahasa sebenarnya dimulai pada abad ke-16 dengan kedatangan orang Spanyol, yang kemudian digantikan oleh Belanda setelah menang perang pada tahun 1660.
Pengaruh orang Spanyol yang bertahan hampir seabad di Minahasa masih terlihat hingga saat ini, seperti dalam bahasa yang mengandung beberapa kata dari bahasa Spanyol (nyora, kawayo).
Pakaian adat Minahasa juga dipengaruhi oleh gaya Spanyol. Selain itu, unsur agama Katolik masuk bersama dengan kedatangan Spanyol, diawali oleh Pater Diego de Magelhaens dan misionaris lainnya.
Penginjilan oleh misionaris Katolik kemudian digantikan oleh pendeta Protestan akibat peralihan kekuasaan dari Spanyol ke Belanda. Pada tahun 1675, Pendeta Montanus melakukan penginjilan di Minahasa, diikuti oleh J.G. Schwars dan J.C. Riedel pada tahun 1831.
Kekuasaan Belanda di Minahasa juga membawa unsur-unsur budaya lain bagi penduduk, seperti bahasa, cara berpakaian, sistem pemerintahan, pendidikan, kesehatan, peralatan, dan transportasi.
Proses perubahan yang dialami oleh suku bangsa Minahasa akibat kontak dengan masyarakat luar dapat dilihat dari beberapa nama yang diberikan untuk daerah ini.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait