Pada 7 Februari 1946, seluruh rencana telah rampung sampai pada tindakan-tindakan darurat serta pengamanan bilamana terjadi sesuatu kemacetan. Rencana ini telah pula diberitahukan kepada BW Lapian dalam suatu rapat rahasia yang diadakan pada hari itu di rumahnya di Singkil, Manado Utara.
"Juga turut dalam perundingan PM Tangkilisan, juga telah dihubungi No Ticoalu dan dr Tumbelaka. Situasi Markas Besar KNIL di Tomohon senantiasa diberitahukan oleh AS Rombot melalui FW Sumanti yang bertindak sebagai ordonans umum," tulis Ben Wowor.
Peristiwa itu direalisasikan para pejuang pada tanggal 14 Februari 1946 dinihari. Para pejuang akhirnya berhasil menurunkan bendera Kerajaan Belanda Merah Putih Biru. Merobek warna birunya dan menaikkan kembali warna Merah Putih ke puncak tiang bendera di markas tentara yang disebut-sebut angker karena dihuni pasukan KNIL pasukan berani mati, andalan Belanda.
"Dan hasilnya, bendera Merah Putih bisa berkibar di Sulawesi Utara, seluruh tahanan pro Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 berhasil dibebaskan, dan kami menahan serta mengasingkan para pejabat NICA ke Ternate,” kata Ben Wowor
Dengan cepat kejadian ini tersebar ke Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Peristiwa ini sangat bernilai strategis, sebab hanya beberapa jam kemudian seluruh dunia mengetahui bahwa tidak benar provokasi Belanda bahwa Kemerdekaan RI cuma sebatas perjuangan di Jawa.
Dunia lewat peristiwa ini, akhirnya tahu, Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Berturut-turut radio-radio Australia, San Franscisco dan BBC London dan Harian Merdeka di Jakarta menyiarkan tentang ‘Pemberontakan Besar di Minahasa'.
Editor : Subhan Sabu