“Karena hal ini hanya untuk memenuhi kepentingan politik Rezim yang akan berakhir pada Oktober mendatang. Lagi pula, penolakan dari RUU masih terus bergulir dari berbagai pihak. Hal tersebut menunjukkan adanya potensi masalah yang akan merugikan masyarakat dan negara,” tutur Abrar.
Makanya, Abrar menyarankan agar pembahasan RUU, terutama mengenai skema Power Wheeling,sebaiknya dilanjutkan pada periode pemerintahan berikut.
Pernyataan ini juga kata Abrar untuk menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (24/5/2024) yang lalu, dimana, Menteri Arifin Tasrif menyatakan dukungan penuh pemerintah terhadap inklusi skema Power Wheeling ini masuk dalam RUU EBET.
“Kami melihat ini adalah bentuk kekhawatiran dari Menteri ESDM terhadap PT PLN yang dinilainya kemungkinan tidak mampu memenuhi permintaan energik listrik yang tinggi, sehingga ada kesan yang terlalu didramatisasi untuk meloloskan skema Power Wheeling,” ujar Abrar.
Menurut Abrar Ali, ada indikasi terlalu di-dramatisasi soal lonjakan demand tersebut. Padahal sudah terbukti kalau hingga saat ini PT PLN masih eksis melayani kebutuhan listrik masyarakat dan dunia industri.
“Jadi, jangan terlalu didramatisasi, kasihan rakyat. Rakyat kini sudah lelah menghadapi ekonomi yang sudah morat marit” tegas Abrar.
Editor : Subhan Sabu
Artikel Terkait