KOTAMOBAGU, iNewsManado.com – Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) seharusnya menjadi ajang untuk mengembangkan bakat dan kemampuan siswa berprestasi di Indonesia.
Namun, sayangnya, ajang prestisius ini seringkali ternoda oleh tindakan tidak bertanggung jawab dari beberapa pihak. Hal ini menyebabkan bakat dan minat siswa yang seharusnya mendapatkan pengakuan, justru tenggelam dan tidak terlihat.
Salah satu korban dari ketidakjelasan seleksi O2SN adalah Qeyla Safia Massi, siswa kelas 4 SD Cendekia di Kelurahan Matali, Kecamatan Kotamobagu Timur.
Qeyla, yang berasal dari Kelurahan Kotabangon, dinyatakan gagal dalam seleksi cabang olahraga (Cabor) Karate Kotamobagu tanpa alasan yang jelas.
Dalam seleksi tahap akhir, Qeyla memperoleh poin yang sama dengan lawannya. Pada kategori ‘Kumite’, Qeyla meraih juara pertama dengan poin 10, sementara di kategori ‘Kata’, ia berada di posisi ketiga dengan poin 2, sehingga total poin yang dikumpulkannya adalah 12.
Lawannya juga mengumpulkan total poin 12, dengan rincian juara ketiga di ‘Kumite’ dengan poin 2 dan juara pertama di ‘Kata’ dengan poin 10.
SENPAI Irwanda Paputungan, pelatih karate di Dojo Hashira Karate Club tempat Qeyla berlatih, menyatakan bahwa dalam kondisi poin yang sama, seharusnya diadakan pertandingan ulang untuk menentukan pemenang yang sebenarnya. “Tanding ulang biasanya berupa ‘Kata’ atau ‘Kumite’ untuk menjaga profesionalisme dalam penilaian,” kata Irwanda, Sabtu (6/7/2024).
Ia menambahkan bahwa ketidaktransparanan hasil seleksi dapat berdampak negatif pada psikologi anak dan merugikan masa depan mereka.
“Segudang prestasi yang sudah dicapai Qeyla cukup menjadi modal untuk berprestasi hingga tingkat nasional. Tahun lalu, ia meraih juara 3 Karate O2SN, pernah mengikuti Kejati Cup Karate di Kota Bitung se-Indonesia Timur, dan berbagai prestasi lainnya. Sangat disayangkan jika prestasi itu tercoreng oleh sistem penilaian yang tidak terbuka,” ujar Irwanda.
Ayah Qeyla, Gunawan Massi, juga sangat kecewa dengan keputusan hasil seleksi yang dianggap merugikan masa depan prestasi putrinya.
“Bukan hadiah yang kami kejar, tetapi masa depan prestasi anak. Sangat disayangkan jika masa depan prestasi anak dihadapkan pada kepentingan lain,” ujar Gunawan dengan nada kecewa.
Dia menambahkan bahwa tidak ada penjelasan dari penyelenggara, sekolah, maupun dinas terkait mengenai alasan anaknya tidak lolos seleksi, padahal perolehan angkanya sangat jelas.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait