MANADO, iNewsManado.com - Kain Bentenan akan diulas dalam artikel kali ini. Mengenal kain Bentenan, tentunya perlu mengurai sejarah di masa lalu.
Sekadar diketahui, Kain Bentenan merupakan kain tenun yang menjadi ciri khas suku Minahasa Abad 15-17. Ada beberapa versi penggunaan nama Bentenan yang merupakan nama batik khas Minahasa.
Versi pertama, nama Bentenan diambil dari nama pohon kapas yang merupakan salah satu bahan baku Kain Bentenan. Pohon itu bernama pohon Bentenan yang dianggap sebagai pohon mistis. Versi lainnya, nama Bentenan diambil dari nama wilayah pelabuhan utama di Sulawesi Utara yaitu Bentenan karena dari pelabuhan inilah pertama kali kain Bentenan di ekspor ke luar Minahasa.
Untuk informasi, kain Bentenan ini ditemukan terakhir kali pada akhir abad ke 19 di museum ternama di Belanda, Prancis dan Jepang.
Di awal penggunaannya, Kain Bentenan dipakai sebagai sarung tanda kebesaran, alas tempat duduk ‘orang besar’ dan maskawin. Menariknya, alat tenun ‘asli’ untuk pembuatan kain Bentenan belum ditemukan.
Salah satu yang menarik dari Kain Bentenan adalah proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu yang lama.
Pada pembuatannya, kain bentenan ditenun dengan teknik dobel ikat, benang yang membentuk lebar kain (pakan) disebut Sa’lange dan benang yang memanjang (lungsi) disebut Wasa’lene.
Teknik double ikat seperti ini adalah teknik tenun ikat dengan tingkat kesulitan yang tinggi, sangat jarang teknik ini digunakan di daerah lain. Motif yang dapat tercipta dari teknik ini akan bergambar halus, rumit dan sangat unik. Kain Bentenan ditenun tanpa terputus menghasilkan sebuah kain berbentuk silinder atau tabung.
Nah, langkah berikutnya khususnya dalam proses pewarnaan, kain Bentanan menggunakan zat pewarna alami yang berasal dari tumbuhan yang tumbuh di wilayah tersebut.
Pun, Warna biru atau hijau biasanya diperoleh dari pohon Taun, kemudian apabila ditambah dengan air kapur sirih, maka warna biru itu akan berubah menjadi hitam. Semak Lenu (morinda bractenta) untuk warna kuning dan apabila dicampur air kapur sirih akan menjadi warna merah. Lelenu (peristrophe tinctoris) untuk warna merah, Sangket (homnolanthus paulifolius) kulitnya menghasilkan warna hitam.
Untuk diketahui, dalam perkembangannya, Kain Bentenan memiliki tujuh motif yaitu Tinompak Kuda (tenun dengan aneka motif berulang), Tononton Mata (tenun dengan gambar manusia), Kalwu Patola (tenun dengan motif tenun Patola India) dan Kokera (tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik-manik), Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan kain putih), Sinoi (tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis-garis), dan Pinatikan, tenun dengan garis-garis motif jala dan bentuk segi enam, merupakan yang pertama ditenun di Minahasa.
Kain Bentenan dimasa kini tidak saja digunakan dalam acara resmi, namun ada juga beberapa pemerintah daerah yang menjadikan kain Bentenan sebagai pakaian dinas. Tempat penjualan kain Bentenan tersebar disejumlah wilayah di Sulawesi Utara.
Termasuk di Manado, Minahasa. Harga penjualannya pun dimulai sekira Rp600.000 dan untuk kain Bentenan Print dijual dengan harga bervariasi mulai dari Rp50.000 per meter nya tergantung dari bahan dan kualitas kainnya.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait