"Mayat itu kemudian diserahkan kepada kerabatnya yang memasukkan ke dalam peti kayu berlubang yang dibuat menyerupai manusia. Begitu peti mati ditutup, mereka menyimpannya di ruang pemakaman," tulis Herodotus dalam bukunya The Histories yang diterjemahkan oleh GC Macaulay, 2008.
Beberapa ratus tahun kemudian, sejarawan Yunani Diodorus Siculus (hidup 30 – 90 SM) yang melakukan perjalanan dan menulis tentang Mesir, menjelaskan informasi tambahan tentang proses mumifikasi.
Dalam bukunya, "Library of History," Siculus mencatat bahwa orang-orang yang melakukan mumifikasi yang disebut pembalseman adalah perajin terampil yang kemampuan ini dijadikan sebagai bisnis keluarga.
Dia menggambarkan pekerjaan para pembalsem ini sangat teliti sehingga rambut di kelopak mata dan alis tetap ada. Bahkan, seluruh penampilan tubuh tidak berubah dan bentuk tubuhnya tetap dapat dikenali.
Mumifikasi Mesir berangsur-angsur memudar pada abad keempat, ketika Roma memerintah Mesir. "Kemudian dengan munculnya agama Kristen, proses mumifikasi berhenti," kata Lucarelli.
Hari ini, mumifikasi adalah seni yang hilang, kecuali untuk kasus yang sangat langka. Sebagian besar masyarakat menganggapnya aneh atau kuno.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait