Willy menambahkan, saat era Orde Baru masih ada kewajiban menggunakan bahasan daerah pada level pendidikan Sekolah Dasar (SD), lalu di level SMP baru pakai bahasa Indonesia. Dan kini kesadaran akan berbahasa daerah itu tidak ada sehingga bahasa daerah hilang satu per satu.
“Sekarang kesadaran itu nggak ada, kita lebih bangga anak kita bisa berbahasa Korea, Mandarin, Inggris, itulah anakku, hebat, tetapi jati diri, kita lupa. Maka kemudian bahasa daerah kita secara gradual hilang setiap tahun dua bahasa daerah, kekayaan yang menjadi modal dasar, bagaimana kemudian kita merawat ini, membuat, mengesahkan, undang-undang masyarakat hukum adat itu sama saja dengan merawat modal dasar ke-Indonesiaan, itu yang paling penting,” tegas Willy.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait