Climate Change; Ini 9 Bahaya Bencana, Nomor 4 Ancaman di Sulawesi Utara

Fabyan Ilat
Climate Change, bahaya baru pasca Covid-19. (Istimewa)

MANADO, iNews.id – Climate Change atau perubahan iklim, mulai memuncak sejak 2020. Tahun lalu menjadi tahun terpanas karena emisi gas rumah kaca di atmosfer capai level baru, sehingga suhu bumi naik 1.1 derajat celcius. Berbagai literatur ilmiah memerediksi bencana dengan risiko besar akan melanda Indonesia hingga 2100. Jika manusia gagal menahan laju pemanasan bumi di atas 2 derajat celcius dibanding masa pra-industrsi tahun 1800-1850, bumi tak akan sanggup menanggungkan bencananya. Sekarang saja banyak penelitian menghitung dunia akan gagal menahan suhu bumi naik 1.5 deraja celcius pada 2050 karena tak ada kebijakan dan aksi nyata serius untuk mencegahnya. Pun, Sulawesi Utara, jadi ancaman terutama dengan bahaya banjir bandang akan adanya Climate Change.

BACA JUGA: Tim Maleo Tangkap Tukang Ojek Pemerkosa di Pandu

Berikut 9 Bahaya Climate Change:


1. Gelombang Panas

Kemungknan ada tiga gelombang panas yang ekstrem pada 2020-2052. Setelah itu gelombang panas ekstrem akan berualang tiap dua tahun antara tahun 2068-2100. Para ahli memerediksi gelombang suhu panas ekstrem ini sama dahsyatnya dengan panas ekstrem di rusia pada 2010 yang menewaskan 55.000 orang, menghancurkan sekira 9 juta hektare lahan pertanian, membunuh semua burung di Moskow dan menyebabkan kebakaran hutan.


2. Curah Hujan. (istimewa)

Kalimantan timur dan sumatera timur diprediksi mengalami pemanasan hampir 4 derajat celcius dan curah hujan berkurang 12 persen pada 2070-2100. Akibatnya, ada sekira 55 hari bahaya kebakaran ekstrem per tahun di Kalimantan Timur pada 2070-2100, dibandingkan dengan hanya 14 hari seperti pada masa sebelum 1990. Di sumatera timur, jumlah hari bahaya kebakaran ekstrem setiap tahun naik dari 17 menjadi 64 hari.


3. Kekeringan Hebat. (Istimewa)

Berkurangnya curah hujan pada periode antar musim akan turun. Ini akan mengakibatkan 20-40 persen kawasan Kalimatan bagian selatan dan sumatera bagian utara lebih kering pada 2071-2100 dan 30-40 persen di Jawa serta Sumatera Selatan. Jawa timur, yang sudah dilanda kekeringan, kemungkinan kekeringannya naik 45 persen. Sementara itu, Kalimantan Timur akan mengalami indeks kekeringan sebesar 893-naik dua kali lipat dibanding sebelum 1990 yang hanya 460. Sedangkan indeks kekeringan Sumatera Timur sebesar 960 naik dari 545 sebelum 1990.


4. Banjir Bandang. (Okezone)

Kerugian akibat banjir pada 1990-2013 sekira Rp79 triliun-lebih banyak dibanding anggaran perubahan iklim tahunan sejak 2016. Perubahan iklim meningkatkan kerusakan ekonomi akibat banjir sungai hingga 91 persen pada 2030. Tak hanya memicu kekeringan, pada waktu lain krisis iklim bisa memicu iklim tak menentu seperti, curah hujan tinggi yang parah melanda beberapa bagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

BACA JUGA: Oknum Guru Motoling Diduga Peremas Payudara Siswi Ditahan


5. Badai Topan. (istimewa)

Setelah banjir, cuaca ekstrem di Indonesia yang paling banyak memakan korban jiwa adalah badai. Topan menyebabkan kerusakan ekonomi sangat besar di Indonesia, seperti topan Savana pada 2019 yang menyebabkan kerusakan senilai US7,5 juta.


6. Banjir dan Rob. (istimewa)

Pada 2000-2030, Rob akan menaikkan risiko banjir perairan naik 19-27 persen. Jawa sudah rentan terhadap banjir pesisir, akan menjadi sangat rentan pada 2030, diikuti oleh sebagian sumatera bagian utaqra. Bahkan, tempat-tempat yang saat ini tidak mengalami banjir pesisir, seperti sulawesi selatan, akan mendapatkan risiko kenaikan 2030. Kenaikan permukaan laut, yang dilanjutkan dengan perluasan perkotaan yang tidak terkendali akan menyebabkan kerusakan USD400juta di seluruh Indonesia pada 2030


7. Gagal Panen. (istimewa)

Sebuah studi baru-baru inimenemukan bahwa suhu udara memiliki pengaruh terbesar terhadap hasil panen padi di Ciherang yang menyumbang sekira setengah produksi beras di Indonesia. Hasil panen di Sumatera bagian utara dan jawa serta seluruh Kalimantan akan turun 20-30 persen apda 2039-2042. Di papua barat, paling parah terkena dampak dengan penurunan sebesar 30 persen diperkirakan terjadi di sebagian besar wilayah dataran rendah. Sebuah studi menemukan bahwa kenaikan suhu 2 derajat celcius dan penurunan curah hujan sebesar 246 milimeter akan meningkatkan defisit beras Indonesia sebesar 38 persen dari 65 juta ton menjadi 90 juta ton dengan kenaikan suhu berdampak terbesar.


8. Produski Kopi Menurun. (ANTARA)

Kenaikan suhu seiring perubahan curah hujan akan menurunkan panen kopi di indonesia hingga 85 persen. Areal yang cocok untuk produksi kopi arabika di Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi, Flores, Bali dan Jawa Timur saat ini sekira 360.000 hektare dengan sekria 210.000 hektare di Sumatera Utara. Dalam zona produksi saat ini, kenaikan suhu 1.7 derajat celcius akan menurunkan area yang sesuai menjadi 57.000 hektare-lebih dari 15 persen area-Sumatera Utara dan Aceh akan kehilangan 90 persen lahan di zona produksi saat ini, Sulawesi dan Bali kehilangan 67-75 persen. Flores menjadi tidak cocok lagi menjadi produsen kopi.


9. Terumbu Karang Mati. (Istimewa)

Di indonesia 29 persen pariwisata berada di pesisir. Wisata terumbu karang di Indonesia menghasilkan hampir USD 2 Miliar setiap tahun dengan pariwisata di sekitar terumbu karang bernilai lebih dari USD 1.1 miliar. Jika suhu naik 2 derajat celcius, hampir semua  karang akan hilang. Terumbu karang merupakan habitat dari beberapa spesies tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme laut. Kerusakan terumbu karang ini sangat berdampak secara tidak langsung terhadap kelangsungna ekosistem laut. Apabila terumbu karang yang dirusak adalah tempat berkumpulnya ikan-ikan, maka ikan-ikan tersebut akan pergi mencari tempat tinggal baru.

 

Editor : Fabyan Ilat

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network