MANADO, iNewsManadao.com - Kisruh yang terjadi di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado kian meruncing. Rektor Unsrat, Prof Dr Ir Berty Sompie MEng dianggap telah melakukan dua kali pelanggaran statuta pada pemilihan Dekan Fakultas Kedokteran dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM).
Dalam dua pemilihan tersebut, Berty Sompie dinilai melanggar statuta saat memilih Dekan Fakultas Kedokteran, Prof Dr dr Nova Kapantow DAN MSc SpGK, April lalu dan Prof dr Vennetia Ryckerens Danes MSc PhD sebagai Dekan FKM.
Pemilihan Nova ini dianggap melanggar statuta yang kemudian berujung pada kekalahan Berty Sompie di sidang PTUN. Dr. Theresia Kaunang SpKJ (K), seorang Dosen Fakultas Kedokteran Unsrat mengatakan bahwa seharusnya pihak rektor mematuhi statuta sebagai peraturan dasar pengelolaan perguruan tinggi yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di perguruan tinggi.
Theresia lalu mengajukan gugatan perkara ini, yang kemudian oleh Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Manado menyatakan mengabulkan gugatan yang diajukan olehnya.
Theresia menggugat surat keputusan Rektor Unsrat Nomor 673/ UN12/KP/2023 tentang Calon Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat Periode 2023-2027 Berdasarkan Penilaian Portofolio tertanggal 10 April 2023 dan surat keputusan Rektor Unsrat Nomor 704/UN12/ KP/2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dalam Jabatan Tugas Tambahan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat Periode 2023-2027 Tertanggal 18 April 2023.
Adapun perkara nomor 22/G/2023/PTUN.MDO yang diadili oleh Hakim Anggota Warisman Simanjuntak SH dan Dixie Parapat SH serta Panitera Pengganti Iswanto Kau SH ini diajukan melawan pimpinan Unsrat.
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,” demikian bunyi putusan yang diketuk Ketua PTUN Manado Masdin SH MH selaku Hakim Ketua Majelis pada 20 November 2023.
Putusan ini diakses dari situs resmi PTUN, Rabu (29/11/2023). PTUN Manado pun membatalkan surat keputusan Rektor Unsrat Nomor 673/ UN12/KP/2023 tentang Calon Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat Periode 2023-2027 Berdasarkan Penilaian Portofolio tertanggal 10 April 2023 dan surat keputusan Rektor Unsrat Nomor 704/UN12/ KP/2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dalam Jabatan Tugas Tambahan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat Periode 2023-2027 Tertanggal 18 April 2023.
Dalam putusan ini, Rektor Unsrat, Prof Dr Ir Berty OA Sompie MEng IPU selaku tergugat juga wajib mencabut surat keputusan tersebut. Dengan demikian, Prof Dr dr Nova Hellen Kapantow DAN MSc SpGK dibatalkan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unsrat periode 2023-2027.
“Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp 483.500,” demikian bunyi putusan tersebut.
Setelah putusan PTUN, Theresia mengatakan seharusnya tidak melakukan pemilihan dekan yang tidak sesuai dengan statuta kampus. Pemilihan dekan, katanya, harusnya sesuai dengan aturan yang berlaku merujuk kepada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2018 tentang Statuta Universitas Sam Ratulangi.
“Namanya Statuta Unsrat itu kan harus dijalankan rektor untuk semua fakultas,” kata Theresia.
Namun, Berty Sompie kembali melakukan kesalahan yang sama. Kisruh kembali terjadi baru-baru ini, ketika Berty Sompie melaksanakan pemilihan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Diketahui panitia melaksanakan rapat senat pemilihan dekan FKM Unsrat untuk periode 2023-2027, Selasa (19/12/2023).
Prosesi pemilihan dekan yang diikuti angggota senat fakultas serta perwakilan rektor Unsrat mengukuhkan Prof dr Vennetia Ryckerens Danes MSc PhD sebagai Dekan FKM. Lucunya, Danes bukanlah dosen FKM, namun dia ‘impor’ dari Fakultas Kedokteran.
Selain itu, dalam pemilihan tersebut juga terdapat pelanggaran statuta pada batas usia dekan. Bahwa pada kenyataannya, Prof dr Vennetia Danes MSc PhD, saat proses Pemilihan Dekan FKM Periode 2023-2027, berusia 61 Tahun 8 (delapan) bulan, karena lahir pada tanggal 27 Maret 1962.
Pasal 42 ayat (2) huruf d Statuta Unsrat, yang menyatakan Untuk dapat diangkat sebagai wakil rektor, dekan, wakil dekan, Direktur Pascasarjana, wakil direktur pascasarjana, ketua lembaga, sekretaris lembaga, ketua jurusan/bagian, sekretaris jurusan/bagian, kepala laboratorium/bengkel/ studio, dan kepala unit pelaksana teknis, seorang Dosen harus memenuhi persyaratan berusia paling tinggi 61 (enam puluh satu) tahun pada saat berakhirnya masa jabatan wakil rektor, dekan, wakil dekan, Direktur Pascasarjana, wakil direktur pascasarjana, ketua lembaga, sekretaris lembaga, ketua jurusan/bagian, sekretaris jurusan/bagian, kepala laboratorium/bengkel/studio, dan kepala unit pelaksana teknis yang sedang menjabat;
Dalam hal ini, haruslah dimaknai setidak-tidaknya usia Dosen yang diangkat sebagai Dekan ialah paling tinggi berusia 61 tahun untuk menjabat selama 4 (empat) tahun dikaitkan dengan batas usia pensiun Dosen sebagai PNS adalah 65 (enam puluh lima) tahun, maka jelaslah ketentuan ini bertujuan menjamin agar tidak terjadi kekosongan pejabat yang disebabkan faktor pensiun.
Proses Pemilihan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) jika tetap dilakukan sebagaimana diamanatkan Pasal 42 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2018 tentang Statuta Universitas Sam Ratulangi tergolong inprosedural.
Suatu perbuatan yang prosedurnya tidak dipenuhi atau cacat sangat berpeluang di-complain dan digugat oleh pihak yang berkepentingan. Bahkan bisa menimbulkan akibat hukum lainnya apabila perbuatan melawan hukum itu kelak terbukti merugikan keuangan negara.
Pihak Rektorat yang sebelumnya kalah dalam sidang di PTUN Manado, menyatakan banding. Sementara itu pihak Theresia melakukan kontra memori banding. Tak cukup itu, Theresia juga sudah mengajukan banding administrasi kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim.
Kisruh yang terjadi di Unsrat memantik peneliti IDP-LP Riko Noviantoro untuk berkomentar. Menurutnya, pihak rektor harus mematuhi dan menjalankan keputusan PTUN Manado.
“Keputusan PTUN menandakan bahwa di sana ada pelanggaran,” kata Riko.
Menurut dia, putusan pengadilan pertama sudah cukup alasan untuk mendorong aspirasi publik. Khususnya civitas kampus untuk melihat perkara secara jernih dan berupaya bersama untuk menegakkan aturan.
Atas dasar itulah, Riko menilai pihak yang dirugikan dapat bersurat kepada Kemendikbud. Sekaligus membuat surat terbuka untuk dapatkan dukungan publik. "Semua pihak berharap kampus bergerak pada ranah patuh peraturan," imbuhnya.
Editor : Subhan Sabu