JAKARTA, iNews.id – Ramai tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia pada Herry Wirawan, pemerkosa belasan santriwati hingga hamil dan melahirkan beberapa kali, mendapat tanggapan beragam.
Jika kementerian agama dan kementrian PPA menyetujui dan berharap hakim mengabulkan tuntutan jaksa terhadap Herry Wirawan, Komnas HAM justru memberikan pandangan berbeda.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, bukan tidak setuju atas tuntutan ataupun putusan terkait hukuman mati dan kebiri kimia bagi Herry Wirawan, namun harus ada fokus terhadap korban.
“Jadi hal ini bukan soal tidak setuju soal hukuman mati, tetapi masih ada hal lain yang harus diperhatikan termasuk masa depan para korbannya,” ujarnya.
“Contohnya Reynhard Sinaga di Inggris dengan sejumlah korban, dia tidak dihukum mati tetapi ada hukuman maksimal. Ini yang harus diperhatikan,” ujar Damanik, Kamis (13/1/2022).
Merujuk hal itu, memang dalam KUHP di Pasal 10 mengatur soal pidana mati. Kontradiksi aturan dengan pelaku kejahatan hingga masuknya aturan HAM dalam pelaksanaan hukuman mati jadi kontroversi di Indonesia.
Contoh kasusnya ketika pelaksanaan eksekusi mati tiga terpidana bom Bali, Amrozi, Ali Gufron alias Mukhlas, dan Imam Samudra. Sejumlah pihak meneriakkan terkait pelanggaran HAM dalam eksekusi tersebut.
Namun, jika melihat dari sisi yang lain, perbuatan tiga terpidana bom Bali tersebut menyebabkan 203 orang tewas dan 209 orang luka-luka bahkan cacat seumur hidup. Dalam kasus bom Bali ini, pelanggar HAM terberat justru menyasar kepada tiga terpidana Bom Bali tersebut. Tiga nyawa mereka seakan tidak setimpal dengan ratusan nyawa yang melayang tanpa dosa dan nasib keluarga yang harus menerima anggota keluarga mereka cacat seumur hidup.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait