UNTUK sebagian orang, jabatan kepala desa atau kades bisa menjadi salah satu profesi yang diidam-idamkan.
Ini bisa dilihat dari antusiasme dan persaingan ketat perebutan posisi kades dalam setiap Pilkades di sejumlah daerah di Indonesia.
Saat ini, banyak sekali orang-orang di desa yang rela berbondong-bondong mengikuti pemilihan kades, meski terkadang harus merogoh biaya tak sedikit untuk aktivitas kampanye.
Gaji kepala desa ( gaji kades) sebenarnya sudah diatur pemerintah pusat lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD).
"Besaran penghasilan tetap Kepala Desa paling sedikit Rp 2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a," bunyi Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2019.
Dalam ADD sendiri, selain gaji yang diperuntukkan untuk kades (gaji kades), PP tersebut juga mengatur skema dan besaran penggajian untuk posisi sekretaris desa dan perangkat desa lain.
“Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa,” bunyi Pasal 81 ayat (3).
Namun demikian, PP tersebut hanya mengatur terkait besaran minimum gaji yang bisa diperoleh perangkat desa.
Gaji perangkat desa bisa lebih tinggi tergantung dengan kebijakan masing-masing kepala daerah, dalam hal ini bupati atau wali kota.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait