Tahun lalu, realisasi produksi minyak Indonesia rata-rata hanya mencapai 660.000 barrel per hari (bopd) atau baru mencapai 93,6% dari target APBN yang sebesar 705.000 bopd. Sementara, kebutuhannya lebih dari 1 juta barel per hari.
Tercatat, sejak tahun 2004 Indonesia telah menyandang status sebagai net importer minyak. Malu tak lagi jadi eksportir minyak, Indonesia akhirnya hengkang dari keanggotan OPEC pada 2008.
Anehnya, dengan alasan untuk memantau naik-turunnya harga dan kondisi stok di setiap negara anggota OPEC, Indonesia balik lagi menjadi anggota OPEC pada 2016. Belakangan, Indonesia kembali cabut dari OPEC dengan alasan yang bertebaran, mulai dari keberatan membayar iuran tahun sebesar USD2 juta.
Hingga "tekanan" Indonesia harus memangkas produksinya. Ada banyak penyebab turunnya produksi minyak Indonesia, mulai dari perizinan, investasi migas yang tak menarik lagi, hinggga tak ditemukannya sumber-sumber minyak baru. Makanya, banyak perusahaan migas asing hengkang dari bumi pertiwi, seperti Royal Dutch, Chevron, hingga Sell. Padahal SKK Migas menyatakan bahwa prospek hulu migas Indonesia masih menarik.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait