JAKARTA, iNewsManado.com - Potensi BBM bakal Naik disampaikan pemerintah lewat Menteri Invetasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Menariknya, pada kesempatan itu dia mengatakan rakyat harus siap jika Bahan Bakar Minyak (BBM) naik dalam waktu dekat.
Menurut dia, APBN tak bisa terus menanggung subsidi energi yang besar, di tengah kondisi harga minyak dunia yang tengah melonjak akibat dampak Perang Rusia-Ukraina dan tingginya permintaan seiring melandaikan pandemi Covid-19.
"Sampai kapan APBN kita kuat menghadapi subsidi yang begitu tinggi, rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM sekarang, feeling saya, kita harus siap siap," kata Bahlil, dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (12/8/2022).
Bahlil menjelaskan, harga minyak di APBN berada di angka 63-73 dolar AS per barel, sedangkan harga minyak sejak Januari hingga Juli sudah berada di angka 105 dolar AS per barel.
Dengan demikian, jika pemerintah terus meemberikan subsidi dengan menutupi selisih harga minyak di APBN dengan harga minyak dunia saat ini, otomatis belanja negara untuk kebutuhan BBM dalam negeri bakal melonjak.
"Kalau harga minyak diatas 100 dolar per barel, kemudian dengan asumsi rupiah kita Rp14.500 per dolar, kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta kilo liter, maka akan terjadi penambahan subsidi, hitungan kami bisa sampai Rp600 triliun," ujar Bahlil
Menurut Bahlil kalau belanja negara untuk BBM naik hingga Rp600 triliun, maka hampir 25 persen dari pendapatan negara hanya untuk membeli bensin.
"Jadi rakyat harus siap-siap jika harga BBM bakal naik dalam waktu dekat," ungkap Bahlil.
Dia menjelaskan, kalau pemerintah terus menetapkan harga BBM yang sama seperti saat ini dalam arti tidak menaikan harga BBM, maka APBN bakal terus membengkak hanya untuk mensubsidi BBM.
Disatu sisi banyak proyek pemerintah yang saat ini tengah dikerjakan yang menggunakan APBN dan ditargetkan selesai rampung pada tahun 2024, seperti pembanguan IKN Nusantara dan proyek infrastruktur lainnya.
"Kalau kenaikan BBM itu terjadi, karena Rp600 tirliun itu hampir sama dengan hampir 25 persen, jadi total pendapatan APBN kita dipakai untuk Subsidi, ini tidak sehat," tutur Bahlil.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait