NASIB malang dialami seorang pria asal Inggris yang menderita kelumpuhan otak.
Ia dikeluarkan dari penerbangan lantaran kursi roda yang dibawanya terlalu berat untuk diangkat dari conveyor belt. Melansir Newsweek, Brandon Aughton dari West Bridgford awalnya berencana terbang menggunakan maskapai Ryanair dari Bandara East Midlands di Derby menuju Malaga, Spanyol, untuk berlibur bersama pengasuhnya. Kondisi Aughton memengaruhi keterampilan motoriknya, termasuk keseimbangan, gerakannya dan koordinasi.
Aughton dan pengasuhnya sudah naik ke pesawat saat perusahaan penanganan kargo udara Ryanair mengatakan kursi rodanya terlalu berat untuk diangkat dari ban berjalan dan masuk ke palka.
Pilot kemudian membuat keputusan bahwa pria berusia 24 tahun itu tidak dapat naik pesawat karena jadwal penerbangan menjadi tertunda saat mencoba mengatasi masalah tersebut.
Aughton kemudian dikawal kembali oleh petugas bandara dan harus memesan ulang penerbangan dan terbang terlambat keesokan harinya untuk liburan pertama sejak awal pandemi COVID-19. Ia terpaksa melewatkan jam liburannya akibat insiden itu.
"Saya sudah terbang dua kali tetapi tidak pernah mengalami masalah semacam ini. Saya marah," kata Aughton kepada Nottinghamshire Live.
Pengasuhnya Orla Hennessey (41) berujar; "Brandon benar-benar marah pada satu titik. Rasanya seperti tidak ada yang mau membantu kami," sesalnya.
"Swissport bertanggung jawab untuk meletakkan kursi roda di pesawat dan memberi tahu kru darat bahwa itu perlu naik ke pesawat. Tetapi mereka tidak melakukannya dan tidak ada peralatan untuk mengangkatnya karena itu adalah kursi seberat 270 kilogram," lanjut Hennessey.
"Ada empat dari mereka di sana, mereka mengatakan tidak bisa mengangkatnya karena kesehatan dan keselamatan. Mereka tanpa basa-basi menurunkan kami dari pesawat meskipun kami memiliki surat dari Ryanair yang mengatakan bahwa kursi itu tidak terlalu berat dan bisa saja dibawa," kata dia.
"Wanita dari Swissport mengatakan kami memberi mereka informasi yang salah, tetapi kami memberi tahu mereka bahwa mereka memiliki informasi itu karena Ryanair mengatakan semuanya baik-baik saja," Hennessey menambahkan.
"Ketika kami melewati bea cukai, saya diberitahu bahwa saya memiliki barang berbahaya di tas saya, tetapi itu adalah kunci Allen (kunci hex) untuk membongkar kursi Brandon. Jadi saya menanyakan ini dan diberi tahu bahwa saya akan diizinkan," katanya lagi.
Brandon akhirnya bisa berlibur setelah menghubungi agen liburan khusus penyandang disabilitas. Ia berhasil mendapatkan penerbangan di hari berikutnya. Namun, dia harus menggunakan kursi roda manual, yang sama sekali tidak cocok untuk kebutuhan fisiknya. "Dia tidak memiliki mobilitas dan pada dasarnya seperti tidak memiliki kaki. Itu cukup menyedihkan," ucap sang pengasuh.
Juru Bicara Swissport mengaku prihatin atas insiden yang menimpa Brandon.
"Kami sedih mendengar klaim pelanggan tentang insiden di Bandara East Midlands. Kami bertanggung jawab terhadap penumpang penyandang cacat dengan sangat serius dan memahami betapa pentingnya perjalanan untuk semua penumpang berjalan dengan lancar," kata sang Jubir.
Sementara, Humas Bandara East Midlands menyampaikan permohonan maaf setelah mengetahui insiden yang menimpa Brandon. Sedangkan pihak Ryanair mengklaim telah menghubungi kedua penumpang itu menyelesaikan persoalan tersebut dengan kekeluargaan.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait