JAKARTA, iNews.id - Konsumsi Air Minum jadi hal utama manusia.
Dimasa kini, konsumsi air minum wajib diketahui kriteria dan dampak negatif yang bisa terjadi.
Konsumsi air minum khususnya pada kemasan air minum yang mengandung BPA (Bisphenol A) berdampak buruk pada kesehatan jika dikonsumsi terus menerus.
Maka itu, perlu adanya edukasi kepada masyarakat untuk mengonsumsi air minum yang layak dan bebas BPA.
Perlu diketahui, belum lama ini BPOM merekomendasikan pencantuman label 'Berpotensi Mengandung BPA' pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) yang kemasan plastiknya terbuat dari polikarbonat (PC).
Pencantuman bertujuan untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya BPA bagi kesehatan. BPA merupakan salah satu bahan penyusun plastik PC kemasan air minum dalam galon, yang pada kondisi tertentu bisa bermigrasi dari kemasan ke dalam air yang dikemas.
Jika dikonsumsi terus menerus berdampak pada kesehatan tubuh manusia melalui mekanisme endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen, sehingga berkorelasi pada beberapa masalah kesehatan, baik fisik maupun mental.
Lantas, seperti apa air minum yang layak untuk dikonsumsi? Berikut ulasannya dirangkum pada Kamis (23/6/2022).
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, SNI menjadi acuan dasar pemberlakuan produk air minum dalam kemasan (AMDK) yakni SNI 3553:2015 Air Mineral. Badan Standardisasi Nasional (BSN) pun sejatinya telah menjamin, produk air mineral yang beredar di pasar dan diproduksi oleh pelaku industri, baik dalam maupun luar negeri, sepenuhnya aman sepanjang menjalani ketentuan SNI tersebut.
"Sejauh ini implementasi wajib SNI pada air kemasan telah berjalan dengan baik. Sebab, telah menetapkan persyaratan mutu, cara uji, pengambilan contoh, dan juga syarat penandaan dari produk air mineral dalam kemasan," ujar Trubus melalui keterangannya belum lama ini.
Menurutnya, dari sisi substansi air dalam kemasan, BSN telah menyusun klasifikasi yang amat jelas, yakni air yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu, baik tanpa menambahkan
mineral, dengan atau tanpa penambahan oksigen (O2), maupun karbon dioksida (CO2).
BSN juga menerapkan 27 kriteria pengujian kelayakan konsumsi air mineral, di antaranya tidak berbau, rasa normal, warna maksimal 5 Unit Pt-Co, serta kekeruhan maksimal 1,5 NTU.
"Menurut ketentuan BSN, apabila dalam persyaratan mutu yakni kriteria uji melebihi ambang batas yang ditentukan dalam SNI, maka produk tersebut dipastikan tidak lolos pengujian," ujarnya.
Misalnya, kandungan Besi (Fe) ditentukan maksimal 0,1 mg/L dan Timbal (Pb) maksimal 0,005 mg/L. Namun jika diperiksa ternyata melebihi dari angka tersebut, produk air mineral tidak memenuhi uji SNI.
Selain SNI air mineral, BSN juga telah menetapkan SNI yang termasuk dalam kategori AMDK yaitu SNI 6242:2015 Air mineral alami; SNI 6241:2015 Air demineral; SNI 7812:2013 Air minum embun. Dari sisi pengemasan, air minum, baik dalam bentuk gelas atau botol plastik juga wajib melalui pemeriksaan parameter uji sesuai dengan ketentuan Permenperin No. 26/2019.
"Selama pandemi ini relatif pengawasan kurang dan sekarang harus digencarkan lagi. Banyak muncul air galon yang SNI-nya diragukan, seharusnya itu pengawasannya ketat dan semua pelanggar dilakukan penindakan," ujarnya.
Apalagi lanjutnya, sekarang ini banyak air minum kemasan yang beredar tidak memiliki SNI, sehingga mutu air tidak bagus.
Pakar Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal mengatakan, penggunaan polikarbonat dalam kemasan bukan barang baru di Indonesia. Bahan ini telah dimanfaatkan oleh industri sejak berpuluh-puluh tahun silam.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait