JAKARTA, iNews.id – Postingan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwakartiko yang menyentil mahasiswi penutup kepala ala manusia gurun, jadi kontroversi. Postingan tersebut dinilai mengandung unsur SARA.
Terbaru, pihak ITK bereaksi dan menanggapi dugaan SARA dalam tulisan sang rektor Prof Budi Santosa Purwakartiko. Pihak ITK menilai, itu merupakan tulisan pribadi sang rektor.
Pihak ITK pun meminta selanjutnya pemberitaan mengenai Budi Santosa tidak dikaitkan dengan institusinya.
Karena itu, ITK meminta selanjutnya untuk pemberitaan terkait Budi Santosa tidak dikaitkan dengan kampus. Media dapat menghubungi langsung Budi Santosa untuk meminta tanggapan.
"Dengan ini, kami informasikan bahwa tulisan Prof Budi Santosa Purwakartiko tersebut merupakan tulisan pribadi dan tidak ada hubungannya dengan jabatan beliau sebagai rektor ITK," tulis ITK melalui akun resmi Twitternya dikutip, Rabu (3/5/2022).
Sebelumnya, rektor ITK menjadi sorotan atas postingannya di akun media sosial Facebook pribadinya. Dalam postingan itu, ia mencantumkan "12 mahasiswi yang diwawancarai tidak ada satupun yang menutup kepala ala manusia gurun sehingga otaknya benar-benar open minded" yang kemudian jadi polemik.
Dugaan SARA itu terjadi saat Budi Santoso Purwokartiko dalam wawancara Program Dikti, Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) LPDP.
Berikut ini tulisan lengkap Prof Budi Santosa Purwakartiko di Facebook-nya:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri.
Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa.
Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa.
Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo.
Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3,5. Bahkan beberapa 3,8 dan 3,9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8,5 bahkan 9.
Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi; apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb.
Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: inshaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait