MANADO, iNewsManado.id - 14 Februari 2024 mendatang ada momen bersejarah yang bakal terjadi di Indonesia, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden serta anggota legislatif. Selain itu, 14 Februari juga diperingati sebagai hari valentine atau hari kasih sayang.
Namun, tahukah anda bahwa ada sejarah penting bagi Sulawesi Utara (Sulut) yang terjadi pada 14 Februari. Peristiwa bersejarah itu seakan terlupakan, padahal peristiwa itu dikenal dunia dan menentukan langkah Sulut untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) meski punya kesempatan untuk berdiri sendiri menjadi satu negara yang merdeka.
Peristiwa itu dikenal dengan nama Peristiwa Patriotik Merah Putih yang terjadi pada 14 Februari 1946. Peristiwa ini dipicu atas kemarahan kepada Belanda yang memprovokasi dunia luar bahwa Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 hanyalah gertakan segelintir orang di pulau Jawa.
Ben Wowor dalam bukunya 'Sulawesi Utara Bergolak: Peristiwa Patriotik Merah-Putih, 14 Pebruari 1946 (1985)' menulis bahwa LN Palar yang saat itu sebagai Duta Besar Pertama RI di PBB, yang sedang berjuang di PBB untuk mendapatkan dukungan PBB dan Negara-negara anggota PBB kemudian menghubungi para pejuang di Manado, meminta mereka melakukan perlawanan terhadap Belanda.
"Bangkitnya keberanian warga Minahasa untuk merebut kekuasaan dari tangan Belanda juga semakin terdorong ketika mereka membaca pesan rahasia dari Pahlawan Nasional Dr Sam Ratulangi yang saat itu sebagai Gubernur Sulawesi di Makassar," tulis Ben Wowor.
Sam Ratulangi dalam pesan rahasia itu meminta tentara KNIL asal Minahasa yang pro RI segera melakukan aksi militer di tangsi KNIL (Sekarang Markas Pomdam XIII/Merdeka) di Teling, Manado. Surat rahasia itu kemudian dibawa ke BW Lapian yang adalah seorang politisi dan CH Taulu yang merupakan tokoh militer.
Pada 7 Februari 1946, seluruh rencana telah rampung sampai pada tindakan-tindakan darurat serta pengamanan bilamana terjadi sesuatu kemacetan. Rencana ini telah pula diberitahukan kepada BW Lapian dalam suatu rapat rahasia yang diadakan pada hari itu di rumahnya di Singkil, Manado Utara.
"Juga turut dalam perundingan PM Tangkilisan, juga telah dihubungi No Ticoalu dan dr Tumbelaka. Situasi Markas Besar KNIL di Tomohon senantiasa diberitahukan oleh AS Rombot melalui FW Sumanti yang bertindak sebagai ordonans umum," tulis Ben Wowor.
Peristiwa itu direalisasikan para pejuang pada tanggal 14 Februari 1946 dinihari. Para pejuang akhirnya berhasil menurunkan bendera Kerajaan Belanda Merah Putih Biru. Merobek warna birunya dan menaikkan kembali warna Merah Putih ke puncak tiang bendera di markas tentara yang disebut-sebut angker karena dihuni pasukan KNIL pasukan berani mati, andalan Belanda.
"Dan hasilnya, bendera Merah Putih bisa berkibar di Sulawesi Utara, seluruh tahanan pro Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 berhasil dibebaskan, dan kami menahan serta mengasingkan para pejabat NICA ke Ternate,” kata Ben Wowor
Dengan cepat kejadian ini tersebar ke Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Peristiwa ini sangat bernilai strategis, sebab hanya beberapa jam kemudian seluruh dunia mengetahui bahwa tidak benar provokasi Belanda bahwa Kemerdekaan RI cuma sebatas perjuangan di Jawa.
Dunia lewat peristiwa ini, akhirnya tahu, Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Berturut-turut radio-radio Australia, San Franscisco dan BBC London dan Harian Merdeka di Jakarta menyiarkan tentang ‘Pemberontakan Besar di Minahasa'.
Dampak peristiwa ini pada tentara Sekutu (AS-Inggris-Belanda) menggemparkan. Bagi tentara AS yang susah payah dan ingin pulang ke tanah airnya, masih harus mendeportasi 8000 tawanan tentara Jepang di Girian.
Tentara Belanda yang menjadikan Minahasa sebagai basisnya yang kuat untuk menyerang Republik Indonesia yang berpusat di Yogya, malah harus menyerahkan diri kepada TRISU-Taulu di Teling.
Peristiwa 14 Februari 1946 di Manado tercatat dalam sejarah dunia, karena wakil Sekutu-Inggris di Makassar Col Purcell menyatakan pada 24 Februari 1946 di Teling-Manado ‘bahwa pada hari ini tentara Sekutu menyatakan perang dengan kekuasaan Sulawesi-Utara (Lapian-Taulu).
Sulawesi Utara sudah dianggapnya suatu negara merdeka yang memiliki wilayah, pemerintah, tentara dan rakyatnya sendiri secara utuh dari 14 Februari tetapi akhirnya menyerah kalah pada 11 Maret 1946.
Selama perang kemerdekaan RI dari 1945-1949, hanya kudeta 14 Februari 1946 yang berhasil merebut kekuasaan Belanda dan menggantikannya dengan suatu pemerintahan nasional yang merdeka di bawah pimpinan Lapian-Taulu. Semua pejabat Belanda NICA-KNIL ditangkap, ditawan dan dideportasi ke Morotai.
"Di tahun 1946-1948 sesuai perjanjian Linggarjati dan Renville oleh kedua pihak RI dan Belanda, wilayah nusantara yang di luar Jawa-Sumatera tidak termasuk dalam kekuasaan RI yang berpusat di Yogya, namun pemerintah Merah-Putih Lapian-Taulu pada 22 Februari 1946 menyatakan dalam rapat umum di Lapangan Tikala Manado, bahwa Sulawesi Utara adalah bagian dari NKRI yang berpusat di Yogya," tulis Ben Wowor.
Peristiwa Merah-Putih di Sulawesi Utara meliputi seluruh perjuangan kemerdekaan di daerah Gorontalo, Bolaang Mongondow, Manado, Minahasa dan Sangir-Talaud yang dinyatakan oleh Bung Karno dipusatkan pada 14 Februari sebagai Hari Sulawesi Utara.
Hal ini dilandasi pada fakta di Sulawesi Utara sendiri, karena pada saat itu tokoh-tokoh perintis kemerdekaan di daerah, Nani Wartabone, Raja Manoppo, OH Pantouw, GEDA Dauhan berada dan turut serta dalam menegakkan kemerdekaan Merah Putih di Manado.
LN Palar wakil Indonesia di PBB menyatakan sendiri bahwa RI diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia, termasuk rakyat Sulawesi Utara, buktinya dengan peristiwa Merah-Putih di Manado, seraya membantah Wakil Belanda Kleffen yang berargumentasi bahwa perjuangan kemerdekaan RI hanya untuk Jawa dan Sumatera.
Editor : Subhan Sabu
Artikel Terkait