KOTAMOBAGU, iNewsManado.id – Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu baru saja mencatatkan tonggak sejarah penting dengan menjatuhkan vonis hukuman mati untuk pertama kalinya sejak pengadilan ini berdiri pada tahun 1950. Vonis tersebut dijatuhkan kepada Arnita Mamonto, yang lebih dikenal dengan nama Aning, sebagai terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana terhadap seorang anak perempuan berusia 8 tahun di Desa Tutuyan II, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Sidang pembacaan putusan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sulharman SH, MH, bersama Hakim Anggota Tommy Marly Mandagi SH dan Cut Nadia Diba Riski SH, berlangsung pada Kamis, 21 November 2024, dimulai pukul 15.30 WITA di ruang sidang PN Kotamobagu.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Aning terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana sesuai dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Menjatuhkan pidana mati kepada Terdakwa, Arnita Mamonto alias Aning, karena terbukti melakukan pembunuhan berencana," tegas Ketua Majelis Hakim Sulharman dalam sidang yang berlangsung dengan penuh emosi.
Vonis mati ini mencuri perhatian banyak pihak, terutama keluarga korban yang hadir di persidangan dan tak mampu menahan tangisan saat putusan dibacakan. Bagi mereka, keputusan ini dianggap sebagai bentuk keadilan atas tindakan keji yang menimpa korban, seorang bocah perempuan yang ditemukan tewas dan dimutilasi di sebuah perkebunan pada 18 Januari 2024.
Sri Wahyuni Kangiden, pengelola informasi dan dokumentasi Humas PN Kotamobagu, menyatakan bahwa ini adalah kali pertama Pengadilan Negeri Kotamobagu menjatuhkan hukuman mati dalam sejarahnya. "Ya, ini adalah pertama kalinya vonis hukuman mati dijatuhkan oleh Majelis Hakim di PN Kotamobagu," ujar Sri Wahyuni kepada awak media.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Aning dengan dakwaan alternatif: pertama, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, kedua Pasal 339 KUHP, serta Pasal 80 ayat (3) jo. Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak. Dalam sidang-sidang sebelumnya, JPU pun menuntut hukuman mati terhadap terdakwa.
Pihak penasihat hukum terdakwa, yang diwakili oleh Eldy Satria Noerdin, S.H., M.H., dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Bolaang Mongondow Raya (YLBH BMR), menyatakan bahwa mereka akan mengkaji lebih lanjut putusan tersebut setelah menerima salinan resmi dari putusan pengadilan. "Kami akan mempelajari salinan putusan terlebih dahulu, kemudian menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk apakah ada upaya banding yang akan kami lakukan," jelas Eldy.
Rekan sesama penasihat hukum, Depanan Simangunsong, S.H., juga menyoroti kendala yang mereka hadapi dalam pendampingan hukum terhadap terdakwa. Menurutnya, keterbatasan kewenangan pendampingan oleh penasihat hukum yang ditunjuk sering kali menjadi hambatan, terutama karena tugas mereka hanya berlaku sampai pada putusan tingkat pertama.
Editor : Fabyan Ilat