Foto/Istimewa
Selain kasus Ferdy Sambo, salah satu kasus pembunuhan yang mengguncang Indonesia terjadi pada tahun 2001. Adalah Tommy Soeharto, anak Presiden RI ke 2 Soeharto yang jadi tersangka.
Diawali pada April 1999, Tommy bersama rekan bisnisnya, Ricardo Gelael, disidang atas penipuan lahan senilai $11 juta.
Mereka dinyatakan tidak bersalah pada Oktober 1999 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada September 2000, panel tiga Hakim Agung yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita membatalkan putusan tersebut dan menjatuhkan hukuman penjara selama 18 bulan kepada Tommy dan Gelael atas tindak pidana korupsi.
Tommy menolak dipenjara dan bersembunyi. Istri Kartasasmita kemudian menduga bahwa suaminya menolak suap sebesar $20.000 dari Tommy.
Pada Juli 2001, Tommy membayar Rp100 juta kepada dua pembunuh bayaran untuk membunuh Kartasasmita. Kartasasmita ditembak mati di tengah perjalanan ke kantor. Mahkamah Agung Indonesia yang dikenal sangat korup menanggapi kasus pembunuhan ini dengan membatalkan putusan korupsi Tommy pada Oktober 2001. Tindakan ini dinilai sebagai bagian dari kesepakatan agar ia keluar dari persembunyian. The Jakarta Post menulis bahwa putusan tersebut "melenyapkan remah-remah kredibilitas yang tersisa dari penegak hukum tertinggi di negara ini".
Pada tanggal 26 Juli 2002, Tommy dihukum 15 tahun penjara atas pembunuhan, kepemilikan senjata api ilegal, dan menghindari penahanan. Kasus pembunuhan sebenarnya diganjar hukuman mati, tetapi jaksa hanya menuntut kurungan 15 tahun.
Tommy jarang menghadiri sidang, mengaku sakit, dan absen saat putusannya dibacakan. Para pendukung bayarannya hadir di luar ruang sidang.
Ia menjalani tiga pekan pertamanya di sel mewah Blok H di Lapas Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur, lalu dipindahkan ke Pulau Nusa Kambangan di lepas pantai selatan Jawa Tengah. Sel mewahnya yang berukuran 8 x 3 meter dilapisi karpet dan dilengkapi sofa, lemari, televisi, kulkas, alat makan, pendingin udara, penyaring air, komputer jinjing, dan dua telepon genggam.
Ia sering diizinkan bepergian ke Jakarta dengan alasan kesehatan dan diketahui mengunjungi sebuah lapangan golf eksklusif. Pada April 2006, ia dipindahkan kembali ke Cipinang. Masa kurungannya dikurangi menjadi 10 tahun dengan banding. Ia dibebaskan bersyarat pada tanggal 30 Oktober 2006.
Ia menghabiskan empat tahun di dalam penjara. Para kritikus mengatakan bahwa Tommy dibebaskan karena ia kaya dan keluarganya masih memiliki pengaruh di Indonesia.
Editor : Fabyan Ilat