JAKARTA, iNewsManado.com - Dalam perkembangan terbaru, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, telah mengungkapkan adanya tanda tangan Dahlan Iskan, yang pernah menjabat sebagai Menteri BUMN periode 2011-2014, pada saat proses pengadaan liquefied natural gas (LNG) oleh PT Pertamina (Persero).
Karen Agustiawan baru-baru ini diumumkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait pengadaan LNG oleh PT Pertamina (Persero). Dalam pengakuan kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Karen menjelaskan bahwa ada target yang jelas terkait dengan proses ini, dan dia telah menjalankannya sesuai perintah jabatannya. Ia juga mendesak agar dilakukan klarifikasi lebih lanjut oleh pihak Pertamina.
Karen Agustiawan menegaskan bahwa Dahlan Iskan mengetahui proses ini karena merupakan penanggungjawab Inpres. "Itu jelas banget (ada disposisi tanda tangannya Dahlan Iskan, red). Tolong nanti ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya," kata Karen.
Namun, Karen juga membantah terlibat dalam praktik korupsi atau tindakan yang tidak pantas dalam pengadaan LNG tersebut. Dia menyatakan bahwa semua keputusan diambil setelah konsultasi dan penelitian yang mendalam, dengan persetujuan kolektif dari direksi Pertamina, dan semuanya dilakukan untuk melanjutkan proyek strategis nasional.
Meskipun merasa sebagai korban, Karen tidak ingin mengomentari lebih lanjut mengenai hal ini.
Pernyataan Karen tersebut berbeda dengan apa yang disampaikan Mantan menteri BUMN Dahlan Iskan. Usai dipanggil KPK sebagai saksi, Dahlan Iskan waktu itu mengaku tak tahu soal pembelian LNG di perusahaan pelat merah tersebut. Dia juga membantah dikulik soal aliran dana.
“Tidaklah (tidak tahu, red). Saya kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan (soal pembelian, red),” tegasnya.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG oleh PT Pertamina (Persero), penting juga untuk mencatat bahwa tindakan Karen dalam kesepakatan kontrak dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction, tidak dibacakan) LLC Amerika Serikat telah menimbulkan masalah. Tindakan tersebut dianggap sepihak dan tidak melalui proses analisis menyeluruh serta tidak dilaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Ketua KPK Firli, yang mengungkapkan masalah ini, menekankan bahwa pelaporan seharusnya telah dilakukan dan dibawa ke dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Akibat dari tindakan ini adalah kerugian negara sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp2,1 triliun.
Kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak dapat terserap di pasar domestik, sehingga menghasilkan over supply dan memaksa penjualan dilakukan di pasar internasional dengan kerugian. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan awal pengadaan komoditas ini untuk kepentingan dalam negeri.
Editor : Subhan Sabu
Artikel Terkait