Yeremias Momongan. (Foto: Dokumen Pribadi)
OLEH: Yeremias Momongan
NIM: 21304010
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi
Dosen: Cecilia Lelly Kewo & Ramoon Basri Modi
DENGAN masih tingginya kasus COVID-19, pembelajaran masih dilaksanakan secara jarak jauh. Karena itu perlu inovasi dan terobosan baru untuk menciptakan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
BACA JUGA: Facebook Jadi Meta
Meningkatnya kasus COVID-19 varian baru akhir-akhir ini telah membuat kebijakan pembukaan sekolah harus kembali ditunda. Padahal, tanpa kondisi pandemi, capaian pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih belum optimal. Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara untuk kompetensi membaca, peringkat 72 dari 78 negara untuk Matematika, dan peringkat 70 dari 78 negara untuk Sains dengan nilai yang cenderung stagnan dalam 10 hingga 15 tahun terakhir.
Ditutupnya sekolah selama lebih dari satu tahun berpotensi menciptakan kehilangan pembelajaran dimana ketika sekolah ditutup selama tiga bulan, anak-anak diprediksi kehilangan pembelajaran yang setara dengan lebih dari satu tahun.
Pada 23 Juli lalu kita merayakan Hari Anak Nasional dengan berbagai tantangan yang dihadapi oleh anak di era pandemi untuk kedua kalinya. Dilema terjadi pada berbagai sektor tumbuh kembang anak, tak terkecuali pada sektor pendidikan. Di satu sisi, kualitas pendidikan terancam semakin menurun dan mengancam hak anak akan akses terhadap pendidikan dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Namun, disisi lain kesehatan siswa, guru dan setiap orang merupakan prioritas yang harus dijaga saat ini.
Situasi ini tidak dapat dihindari dan proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Terlepas dari berbagai tantangan dalam melaksanakan PJJ, dibutuhkan strategi dan upaya dalam mengelola proses PJJ agar dapat mendukung siswa belajar secara optimal sekaligus melindungi mereka dari bahaya paparan Covid-19. Selain itu, dibutuhkan pemahaman berbagai pihak bahwa PJJ sejatinya bukan hanya menjadi alternatif agar siswa dapat tetap belajar walaupun bangunan fisik sekolah ditutup.
PJJ juga harus menghadirkan sebuah proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa, guru dan orangtua serta relevan dengan kebutuhan akan pendidikan di era pandemi seperti saat ini. Secara umum, tulisan ini membahas tentang pentingnya inovasi terhadap pelaksanaan dan efektivitas PJJ dalam menciptakan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pada tataran yang lebih praktis, tulisan ini menyoroti peran kreativitas, aktivitas, komunikasi, dan kolaborasi berbagai pihak dalam menghadirkan praktik-praktik inovatif bagi pendidikan di era pandemi.
Tataran strategis dan praktis Secara umum, inovasi dapat dipahami sebagai keberhasilan dalam memperkenalkan suatu hal atau sebuah metode baru. Di bidang pendidikan, inovasi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran serta meningkatkan kualitas pembelajaran melalui berbagai pembaharuan dalam teori pedagogi, pendekatan metodologis, teknik mengajar, alat pembelajaran, proses pembelajaran maupun struktur institusional.
Inovasi dapat dilakukan pada tataran strategis yang dibuat oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan dan program di tingkat makro yang diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehari-hari. Dalam konteks Indonesia yang beragam secara geografis, ekonomi, dan budaya serta di tengah kondisi pandemi yang memerlukan aksi cepat. Guru dan kepala sekolah serta orangtua atau pengasuh merupakan pihak paling dekat dengan anak sebagai peserta ajar dan berperan penting dalam mendukung terjadinya berbagai praktik inovatif dalam PJJ. Di sisi lain, inovasi top down melalui kebijakan publik dan replikasi program dibutuhkan untuk mendukung keberlanjutan dan skalabilitas dampak dari berbagai praktik inovasi yang muncul di akar rumput.
Kreativitas, aktivitas, dan komunikasi Inovasi dalam pendidikan seringkali dikaitkan dengan penggunaan teknologi dan internet untuk mengakses materi maupun melakukan interaksi pembelajaran, seperti melalui situs web (website), Learning Management System (sistem manajemen pembelajaran), mobile application (aplikasi seluler), hingga media sosial. Namun pada kenyataannya, seringkali praktik inovatif dalam pendidikan menjadi terbatas hanya pada media teknologi dan kanal digital.
Di beberapa konteks ketika perangkat teknologi dan jaringan tidak memadai serta kapasitas guru dan orangtua terbatas dalam mengoptimalkan teknologi digital, praktik inovasi seolah harus terhenti. Padahal, merujuk pada hakikatnya, inovasi adalah upaya meningkatkan kualitas dan efisiensi melalui berbagai pembaharuan.
Oleh sebab itu, inovasi dalam pendidikan perlu dipahami dan dilakukan bukan hanya pada tatanan cara melalui penggunaan teknologi dan digitalisasi, namun perlu dimulai dari tatanan pola pikir dan perilaku. Inovasi perlu dilihat sebagai sebuah upaya untuk mengembangkan kemampuan dalam melihat dan melakuan sesuatu dari perspektif yang berbeda, kritis, kreatif, menarik, dan praktis. Dalam hal ini, kreativitas menjadi faktor yang penting untuk dimiliki oleh guru dan kepala sekolah serta orangtua atau pengasuh dalam membangkitkan antusiasme dan efektivitas proses belajar mengajar melalui berbagai cara, dimulai dari apa yang tersedia di sekitar siswa.
Kreativitas dapat dikembangkan dari pola pikir yang tidak berfokus pada tantangan, melainkan pada berbagai peluang yang dapat dilakukan, sekecil apapun itu. Dengan kreativitas, guru dan orangtua dapat membantu anak dalam menciptakan sistem belajar yang dapat mendukung untuk meningkatkan konsentasi dan mengelola distraksi, misalnya dengan menciptakan jadwal belajar yang teratur, pengaturan ruangan yang mendukung, serta melakukan berbagai permainan sederhana ketika anak mulai lelah dan bosan belajar.
Kreativitas juga memampukan guru dan orangtua bukan hanya dalam melihat potensi apa yang tersedia, melainkan juga bagaimana memaksimalkan penggunaan dan manfaat dari berbagai potensi tersebut. Kreativitas memotivasi guru dan orangtua untuk menghadirkan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan berbagai aktivitas seperti melakukan permainan, eksperimen sains, observasi sosial, menonton video, bermain peran, bernyanyi bersama, dan lain sebagainya baik lewat interaksi digital oleh guru maupun interaksi secara langsung oleh orangtua di rumah. Dengan kreativitas, guru dan orangtua juga dapat memaksimalkan penggunaan perangkat teknologi digital yang tersedia dalam mengakses berbagai konten pembelajaran, memilah sesuai dengan kebutuhan anak, dan menyampaikannya dengan cara yang menarik dan mudah dipahami.
Selain itu, inovasi diperlukan untuk menghadirkan relasi yang lebih sinergis antara guru, orangtua atau pengasuh dengan para siswa dalam proses PJJ. Hal ini dapat dimulai dari upaya tenaga pendidik dan orangtua dalam melihat pembelajaran dari perspektif siswa serta memfasilitasi proses pembelajaran yang bermakna bagi mereka.
Sebelum memulai proses PJJ yang bertujuan untuk mempelajari berbagai materi, para pendidik dan orangtua dapat terlebih dahulu membangun interaksi dan relasi yang
menyenangkan dengan peserta ajar. Komunikasi dua arah mengenai pentingnya untuk tetap belajar meskipun dengan cara yang baru di tengah kondisi pandemi yang menantang diperlukan untuk membangun motivasi siswa untuk memahami dan mengalami proses pembelajaran secara menyenangkan dan bermakna.
Dialog dengan bahasa yang dapat dipahami dengan mudah oleh anak dan keterbukaan akan ekspektasi dari pengajar, orangtua, dan siswa tentang bagaimana PJJ akan dilakukan menjadi sebuah pendekatan yang inovatif. Ini sekaligus menjadi langkah awal untuk mendukung berbagai bentuk inovasi lainnya bagi untuk mendukung proses pembelajaran yang lebih efektif dan menyenangkan.
Kolaborasi dan sinergi lintas aktor Walaupun inovasi bottom up terlihat praktis dan strategis untuk memulai pendekatan inovatif dalam praktik pembelajaran di era pandemi pada konteks Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa praktik inovasi juga perlu ditinjau dari sudut pandang keberlanjutan dan skalabilitas dampak melalui pendekatan top down.
Untuk menyeimbangkan inovasi dari kedua pendekatan tersebut, dibutuhkan sinergi berbagai pihak untuk membangun kesadaran dan kapasitas publik untuk menghadirkan berbagai inovasi, top-down dan bottom-up, pada pendidikan di era pandemi. Sinergi itu mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidik lainnya, organisasi dan yayasan non-profit untuk pembangunan, lembaga swasta, peneliti, orangtua, masyarakat, media, dan siswa.
Kerja sama lintas aktor ini sangat dibutuhkan dalam menghadirkan inovasi secara efektif dan struktural melalui integrasi antara kebijakan, program, dan riset. Dengan semangat inovasi yang kolaboratif kita dapat mengatasi dampak pandemi di bidang pendidikan secara lebih efektif dan berkelanjutan dengan menempatkan anak sebagai pusat dari proses ini.
Pada akhirnya, diperlukan perspektif baru dalam melihat pendidikan seperti apa yang sejatinya benar-benar dibutuhkan oleh siswa di era pandemi ini. Diperlukan kesadaran tentang pentingnya melakukan berbagai terobosan baru, bukan hanya pada sistem pendidikan, tetapi juga pada proses pembelajaran sehari-hari yang dijalani oleh siswa bersama guru dan orangtua. Dalam menghadirkan inovasi pendidikan, kita perlu untuk mengingat pentingnya untuk memperhatikan konteks dan kebutuhan yang berbeda-beda di setiap wilayah, sekolah, bahkan individual.
Situasi yang berbeda di era pandemi Covid-19 ini membawa kita memiliki sudut pandang yang berbeda dan melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Tujuannya bukan semata
untuk mendorong anak mencapai lebih banyak hal, tetapi untuk bertahan di tengah situasi yang tidak mudah dan lebih menikmati proses pendidikan yang sesungguhnya untuk hasil yang bermakna bagi anak-anak Indonesia. Selamat Hari Anak Nasional, Anak Terlindungi, Indonesia Maju.
Editor : Fabyan Ilat