4. Banjir Bandang. (Okezone)
Kerugian akibat banjir pada 1990-2013 sekira Rp79 triliun-lebih banyak dibanding anggaran perubahan iklim tahunan sejak 2016. Perubahan iklim meningkatkan kerusakan ekonomi akibat banjir sungai hingga 91 persen pada 2030. Tak hanya memicu kekeringan, pada waktu lain krisis iklim bisa memicu iklim tak menentu seperti, curah hujan tinggi yang parah melanda beberapa bagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
BACA JUGA: Oknum Guru Motoling Diduga Peremas Payudara Siswi Ditahan
5. Badai Topan. (istimewa)
Setelah banjir, cuaca ekstrem di Indonesia yang paling banyak memakan korban jiwa adalah badai. Topan menyebabkan kerusakan ekonomi sangat besar di Indonesia, seperti topan Savana pada 2019 yang menyebabkan kerusakan senilai US7,5 juta.
6. Banjir dan Rob. (istimewa)
Pada 2000-2030, Rob akan menaikkan risiko banjir perairan naik 19-27 persen. Jawa sudah rentan terhadap banjir pesisir, akan menjadi sangat rentan pada 2030, diikuti oleh sebagian sumatera bagian utaqra. Bahkan, tempat-tempat yang saat ini tidak mengalami banjir pesisir, seperti sulawesi selatan, akan mendapatkan risiko kenaikan 2030. Kenaikan permukaan laut, yang dilanjutkan dengan perluasan perkotaan yang tidak terkendali akan menyebabkan kerusakan USD400juta di seluruh Indonesia pada 2030
7. Gagal Panen. (istimewa)
Sebuah studi baru-baru inimenemukan bahwa suhu udara memiliki pengaruh terbesar terhadap hasil panen padi di Ciherang yang menyumbang sekira setengah produksi beras di Indonesia. Hasil panen di Sumatera bagian utara dan jawa serta seluruh Kalimantan akan turun 20-30 persen apda 2039-2042. Di papua barat, paling parah terkena dampak dengan penurunan sebesar 30 persen diperkirakan terjadi di sebagian besar wilayah dataran rendah. Sebuah studi menemukan bahwa kenaikan suhu 2 derajat celcius dan penurunan curah hujan sebesar 246 milimeter akan meningkatkan defisit beras Indonesia sebesar 38 persen dari 65 juta ton menjadi 90 juta ton dengan kenaikan suhu berdampak terbesar.
Editor : Fabyan Ilat