MANADO, iNewsManado.com – Sarapan menjadi hal lumrah bagi masyarakat Indonesia. Tradisi sarapan telah turun temurun dan dianggap sebagai penambah energi dalam beraktivitas.
Namun, ada juga pandangan bahwa sarapan tidak perlu untuk menjaga kesehatan tubuh. Lho?
Dikutip berbagai sumber pada Jumat (10/5/2024), dalam satu studi di AS yang menganalisis data kesehatan 50.000 orang selama lebih dari tujuh tahun, para peneliti menemukan bahwa mereka yang menjadikan sarapan sebagai makanan terbanyak dalam sehari cenderung memiliki Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI) lebih rendah dari mereka yang makan lebih banyak pada waktu siang atau malam.
Para peneliti berpendapat bahwa sarapan membantu meningkatkan rasa kenyang, mengurangi asupan kalori harian, meningkatkan kualitas pola makan kita - karena sarapan biasanya mengandung banyak serat dan nutrisi - serta memperbaiki sensitivitas insulin pada aktivitas makan selanjutnya, yang bisa menjadi risiko diabetes.
Ilmuwan merancang studi di mana 52 perempuan dengan berat badan berlebih (obese) ikut serta dalam program penurunan berat badan selama 12 pekan. Semuanya memakan jumlah kalori yang sama setiap hari, tapi sebagian sarapan, sebagian lagi tidak.
Mereka menemukan bahwa bukanlah sarapan itu sendiri yang menyebabkan berat badan turun; melainkan perubahan rutinitas. Para perempuan yang sebelum studi mengaku terbiasa sarapan turun berat badan sebanyak 8,9kg ketika mereka berhenti sarapan, sementara di kelompok sarapan penurunannya 6,2kg.
Seorang pakar berpendapat bahwa sarapan itu 'berbahaya'. Makan di awal hari menyebabkan kortisol (hormon stres) memuncak lebih tinggi daripada jika makan lebih siang. Ini menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap insulin seiring waktu dan bisa menyebabkan diabetes tipe 2.
Tapi Fredrik Karpe, profesor ilmu pengobatan metabolik di Oxford Centre for Diabetes, Endocrinology, and Metabolism tidak sependapat. Bukannya karena sarapan, menurutnya, tingkat kortisol yang lebih tinggi di pagi hari hanyalah bagian dari ritme alami tubuh.
Sebuah uji coba kontrol acak yang diterbitkan melibatkan 18 orang dengan diabetes, dan 18 orang tanpa diabetes menemukan bahwa melewatkan sarapan bisa mengganggu ritme sirkadian pada kedua kelompok dan menyebabkan lonjakan kadar glukosa darah yang lebih besar setelah makan.
Editor : Fabyan Ilat