MANADO, iNewsManado.com - Sejarah kampung cina di Manado akan diulas dalam artikel Jumat (8/12/2023), dan dirangkum dari berbagai sumber.
Kota Manado merupakan salah satu kota yang banyak keberadaan etnis Tionghoa. Bahkan, konon nenek moyang orang Sulawesi Utara berasal dari Etnis Tionghoa.
Adanya ampung Cina di Manado dan Indonesia pada umumnya disebabkan terjadinya peristiwa pembunuhan dan pembantaian terhadap berbagai orang Tionghoa atau Chinezenmoord di Batavia (sekarang Jakarta) tahun 1740.
Pembantaian ini dikenal dengan sebutan Geger Pacinan juga dikenal sebagai Tragedi Angk atau dalam Belanda Chinezenmoord yang berarti "Pembunuhan orang Tionghoa.
Kekerasan dalam batas kota berlangsung dari 9 Oktober hingga 22 Oktober 1740, sedangkan berbagai pertempuran kecil terjadi hingga akhir November tahun yang sama.
Peristiwa tersebut terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier. Ini dianggap sebagai awal pembentukan kawasan khusus bagi orang Tionghoa di Nusantara. Kebijakan Wijkenstelsel diberlakukan bagi orang Tionghoa setelah peristiwa tersebut.
Kebijakan itu memerintahkan orang Tionghoa untuk tinggal di pemukiman yang ditentukan oleh pemerintah atau Ghetto. Tujuannya adalah untuk memantau pergerakan mereka dengan lebih mudah. Ghetto tersebut kemudian berkembang menjadi Kampung Cina.
Kampung itu dikelola oleh seorang Wijkmeester (Loh Tia) atau hukum tua (khusus Sulawesi Utara). Imigran Tionghoa dari Tiongkok disebut Huaqiao (Hoa Kiau). Pada tahun 1985, Wang Gungwu mengelompokkan imigran Tiongkok menjadi empat bagian.
Huashang atau pedagang Tionghoa adalah bagian pertama, kelompok penting dalam sejarah migrasi mereka. Huagong adalah para pekerja, buruh, petani tanpa tanah, pengangguran, dan pekerja miskin di perkotaan Tiongkok. Huaqiao adalah imigran yang datang dengan tujuan mengubah nasibnya, sedangkan Huayi adalah keturunan Tionghoa yang telah lama menetap di Nusantara.
Hubungan antara perantau Tionghoa dan masyarakat Manado, Sulawesi Utara, dimulai saat bangsa Eropa membawa para pekerja Tionghoa ke tanah Minahasa. Pada tahun 1523, bangsa Portugis dan kemudian Spanyol Tasikela (Kastela) tiba.
Pemukiman orang Tionghoa di Kota Manado, Sulawesi Utara, dimulai pada tahun 1607 ketika Gubernur Maluku, Admiral Matelief de Jong, mengirim sebuah Jung Cina untuk membeli beras. Pada saat itu, Dinasti Ming berkuasa di Tiongkok.
Pada tahun 1608, Kapal Belanda yang dipimpin oleh Jan Lodewijkks Rossinggeyn mendarat di Manado dan mendirikan Loji untuk mengumpulkan hasil bumi. Loji tersebut dinamai "Loji Manado", dianggap sebagai asal kota Manado, dan digunakan untuk membuat garam bagi sub-etnis Tombulu Minahasa.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun benteng kayu di tanah Minahasa bernama Nederlanche Vasticheijt. Pada tahun 1673, benteng itu direnovasi menjadi benteng beton bernama Fort Amsterdam yang selesai pada tahun 1703 di bawah pimpinan Henry Duchiels.
Di belakang Fort Amsterdam, dibangunlah Ghetto (Loh Tia) atau kawasan pemukiman orang Tionghoa, yang dikenal sebagai Kampung Cina. Seorang Wijkmeester atau lurah diangkat untuk menjaga ketertiban. Ada juga pemimpin lebih tinggi daripada lurah yaitu Luitenant dan Kapitein der Chinezen.
Kampung Cina dibangun sesuai kebijakan pemerintah Hindia Belanda untuk menata pemukiman berdasarkan asal etnis. Kampung Cina ditempatkan di letter G oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Editor : Fabyan Ilat