MINSEL, iNews.id – Kasus guru SMP N 1 Sinonsayang dilantik kepala sekolah tapi keluar SK pengawas, masuk babak baru. Kasus tersebut bukan hanya merupakan maladministrasi terkait aturan Komisi Aparatur Sipil Negara, namun masuk ranah pidana dengan indikasi pemalsuan dan praktik korupsi jual beli jabatan.
Oknum di BKD yang diduga memanipulasi SK yang berbeda dengan pelantikan terancam dikenai aturan dalam hukum pidana dan tindak korupsi.
Sekadar referensi, pada 31 Desember 2021 Pemkab Minsel menggelar rolling jabatan eselon III dan sejumlah kepala sekolah.
Kasus mencuat pasca pelantikan tersebut, ada seorang guru yang dilantik sebagai kepala SMP 1 Sinonsayang di Desa Poigar, namun pada 20 Januari 2022 keluar SK guru pengawas. Padahal, guru tersebut dibacakan namanya dalam pelantikan kepala sekolah pada 31 Desember 2021.
Oleh Komisi Aparatur Sipil Negara menilai hal itu merupakan pelanggaran sistem Merit.
Sistem merit adalah pendekatan pengelolaan SDM ASN yang paling Pancasilais karena mengedepankan asas keadilan dalam implementasinya, sebagaimana bunyi sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Sebab, jika seorang guru dilantik Kepsek, BKD tidak boleh mengeluarkan SK Pengawas. Karena Pengawas juga merupakan jabatan fungsional dari Guru.
Terkait pemidanaan dugaan jual beli jabatan di BKD Minsel, Kapolres AKBP Bambang Harleyanto dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim Iptu Lesly Lihawa mengatakan pihaknya akan mempelajari kasus tersebut.
“Kami belum menyelidiki kasus tersebut, baik laporan polisi dan pengaduan dari masyarakat,” ujar Lihawa, Jumat (28/1/2022).
Dia menyebut, pihaknya akan tetap memerhatikans setiap indikasi kejahatan yang dilakukan.
“(Kasus) akan kami tindaklanjuti,” tutup Kasat Reskrim Lesly Lihawa kepada iNewsManado.
Sebagai referensi, pidana bisa dikenai kepada oknum di BKD yang diduga memanipulasi hasil rolling. Ada banyak pasal pemidanaan yang dikenai, yakni pemalsuan dokumen serta korupsi jual beli jabatan dengan disinyalir ada keterlibatan oknum lain dilingkaran BKD yang memanipulasi hasil rolling dengan penerbitan SK.
Berikut pasal pemidaan dalam kasus guru dilantik kepsek keluar SK pengawas:
Pasal 263 ayat (1) KUHP
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Pasal 209 KUHP
(1) Dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyak Rp. 4.500,– :
1e. barangsiapa memberi hadiah atau perjanjian kepada seorang pegawai negeri dengan dimaksud hendak membujuk dia, supaya dalam pekerjaannya ia berbuat atau mengalpakan sesuatu apa, yang bertentangan dengan kewajibannya ;
2e. barangsiapa memberi hadiah kepada seorang pegawai negeri oleh sebab atau berhubungan dengan pegawai negeri itu sudah membuat atau mengalpakan sesuatu apa dalam menjalankan pekerjaannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
11 dan Pasal 12 ayat (1) huruf A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor yang berbunyi:
Pasal 11 UU Tipikor
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12 UU Tipikor
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
a. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Pasal 5 UU Tipikor
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Editor : Fabyan Ilat