JAKARTA, iNewsManado.com - Netralitas PNS jadi sesuatu yang dominan dibahas Bawaslu. Bagaimana tidak, pada Pemilu 2019 lalu didapati Bawaslu banyak PNS Langgar netralitas Pemilu karena berani dukung calon lewat sosial media.
Padahal, PNS tidak boleh menampakkan keberpihakan kepada salah satu calon. Pun, temuan Bawaslu Terkait netralitas Pemilu nyaris menembus ribuan laporan.
Berdasarkan data Bawaslu, pada Pemilu 2019 ditemukan 914 pelanggaran netralitas ASN. Terdiri dari 85 laporan, 4 diproses, 101 dinyatakan bukan pelanggaran. Kemudian 894 direkomendasikan untuk ditindaklanjuti secara hukum.
"Misalnya ada presiden ganteng dan lain-lain. 'Ini calon presiden ku, wes ganteng, baik lagi' nah itu termasuk pelanggaran netralitas ASN dan banyak yang enggak tau. Nah ini kita harus merubah paradigma keberpihakannya dalam sosmed, sudah saat saatnya hati-hati," ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Selasa (27/9/2022).
Lalu, pada Pilkada 2020 terdapat 1536 dugaan pelanggaran netralitas ASN, 53 penanganan dihentikan dan 1398 direkomendasikan untuk diteruskan secara hukum.
"Bapak ibu sekarang sudah akan berbeda, kenapa 2020 pelanggaran meningkat ? Karena sosial media yang jadi salah satu penyebabnya," kata Rahmat.
"Sudah saatnya bapak ibu sebagai pejabat pembina kepegawaian melakukan sosialisasi pengguna sosmed bagi ASN," ujar Rahmat.
Dia menegaskan keberpihakan ASN dalam pesta demokrasi itu hanya terletak pada saat mereka masuk ke dalam TPS dan mencoblos di bilik suara.
"Karena yang bersangkutan (ASN) adalah pejabat yang melakukan penyediaan fasilitas publik bagi masyarakat tanpa kemudian memandang yang bersangkutan adalah anggota Parpol," tuturnya.
Sama halnya dengan Bawaslu dan KPU, prinsip dasarnya adalah nondiskriminatif dalam hal pelayanan publik. Bawaslu dan KPU tidak bisa diskriminatif dalam hal pelayanan kepada semua peserta Pemilu.
"ASN juga kepada siapapun tidak boleh diskriminasi, ini lah yang harus kita Jaga untuk menjaga kualitas demokrasi Indonesia," ucap Rahmat.
Editor : Fabyan Ilat