KOTAMOBAGU, iNewsManado.com – Viralnya orasi Anggota DPR RI asal Sulut Yasti Mokoagow yang diduga menjual isu SARA, dikecam masyarakat Sulut dan netizen.
Orasi itu dinilai tidak pantas disampaikan oleh seorang Yasti. Apalagi, dugaan isu SARA digelintirkan di Sulut yang merupakan daerah dengan tingkat toleransi tinggi.
Sekadar diketahui, Yasti Mokoagow menghadiri kampanye dialogis calon wali kota dan calon wakil wali kota Kotamobagu, Nayodo Koerniawan-Sri Tanti Angkara yang diusung PDIP serta Hanura.
Yasti Mokoagow yang merupakan politikus PDIP sulut itu menyebut ada salah satu calon yang membenci umat islam
"Apa itu Fobia. Fobia itu bentuk ketakutan. Bentuk kebencian terhadap umat Islam. Yang saya harus saya sampaikan ini, jangan sampai kita salah memilih. Ibu-ibu, bapak-bapak, saya harus sampaikan ini bahwa ada salah satu calon yang sangat membenci umat islam. Saya punya teman, saya sampaikan namanya pak Dino Gobel. Beliau ditugaskan di salah satu pulau di ujung Sulawesi Utara,” ujar Yasti dalam orasi yang divideokan sekira 1 menit 27 detik dan sudah dishare berkali-kali dan mendapat komentar ribuan netizen disosial media Facebook.
"Jadi beliau itu (Dino Gobel) seorang mualaf. Dan kemudian oleh petingginya disana, menyampaikan; hey dino, kiapa ngana murtad (kenapa kamu murtad)? Ngana nintau itu muhammad, puff segala macam caci maki yang dia sampaikan," tutur Yasti dalam video sambil mengacungkam simbol tiga jari.
"Tidak benar. Sebagai pemimpin daerah tidak boleh begitu. Saya juga pernah jadi bupati di bolaang mongondow. Saya menempatkan sama semua. Mau umat Muslim, mau Kristiani, mau hindu-budha sama," ujar mantan bupati Bolmong itu.
Sementara itu, melihat unsur pelanggaran Yasti Mokoaogw dalam orasinya, Yasti diduga melanggar tiga aturan sekaligus dan berpotensi hukuman pidana.
Pertama,Aturan terkait larangan kampanye dengan muatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan) serta kebencian diatur dalam beberapa regulasi di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan Pemilu. Beberapa aturan penting yang melarang kampanye bermuatan SARA dan kebencian antara lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
Dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c, disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang "menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain." Ayat ini melarang segala bentuk kampanye yang mengandung penghinaan, ujaran kebencian, dan provokasi berbasis SARA.
2. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu
PKPU ini mengatur pelaksanaan kampanye dalam pemilu. Pada Pasal 69, PKPU mengatur larangan dalam kampanye, termasuk:
- Menghasut, memfitnah, mengadu domba, dan melakukan provokasi.
- Menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
3. Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu)
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki wewenang untuk mengawasi jalannya kampanye. Perbawaslu memperkuat aturan PKPU dengan memberikan panduan dan sanksi bagi pelanggaran kampanye yang bermuatan SARA dan kebencian.
Sanksi
Bagi pelanggar aturan kampanye bermuatan SARA, sanksi dapat berupa:
- Peringatan tertulis.
- Penghentian kegiatan kampanye.
- Diskualifikasi bagi peserta pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran berat.
- Sanksi pidana jika terbukti melanggar Undang-Undang ITE terkait ujaran kebencian dan penyebaran informasi palsu.
Aturan-aturan ini bertujuan untuk menjaga suasana pemilu yang kondusif, mencegah konflik sosial, serta menghindari penggunaan isu SARA sebagai alat politik.
Editor : Fabyan Ilat
Artikel Terkait