MANADO, iNewsManado.com – Fenomena kenaikan harga beras di Indonesia menjadi kontroversi dimasyarakat. Kenaikan harga beras bahkan jadi tudingan adanya pembagian bantuan sosial (Bansos) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang Pemilu Presiden dan Legislatif pada 14 Februari 2024.
Namun, fakta ditemukan, kenaikan harga beras terjadi di dunia dan dipengaruhi beberapa kebijakan Negara-negara penghasil beras dunia.
Kenaikan harga sebagian besar disebabkan oleh larangan ekspor beras putih non-basmati yang diterapkan India pada tanggal 21 Juli 2023, yang berdampak langsung.
New Delhi juga menerapkan bea masuk sebesar 20 persen terhadap ekspor beras pratanak dan menerapkan tarif dasar ekspor pada basmati sebesar $950/metrik ton (mt), dan Kementerian Urusan Konsumen, Pangan, dan Distribusi Umum membenarkan bahwa langkah-langkah tersebut telah diambil.
Pola cuaca juga memainkan peran penting, dengan kekhawatiran terhadap kondisi ekstrem dan kurangnya curah hujan akibat El Niño mengancam hasil panen di Asia pada tahun 2023-2024 dan mempertahankan harga yang tinggi hampir sepanjang tahun lalu.
Secara khusus, kondisi yang lebih kering akibat fenomena siklus iklim diperkirakan akan menyebabkan kekeringan pada tanaman, berdampak pada jaringan listrik, membatasi aktivitas penangkapan ikan, dan membatasi akses ke pertambangan akibat banjir di banyak wilayah.
“Banyak tanaman, terutama tanaman yang sangat bergantung pada pasokan air, akan terkena dampak buruk El Niño,” kata Muhamad Shakirin Mispan, seorang profesor di Institut Ilmu Biologi Universiti Malaya dikutip International Banker, Selasa (5/3/2024).
Bank Dunia bahkan telah menyatakan memperkirakan harga beras akan meningkat sebesar 6 persen pada tahun 2024, yang didukung oleh ancaman El Nino. Serta respons kebijakan dari eksportir dan importir yang signifikan, serta konsentrasi produksi dan ekspor beras secara geografis dan pasar.
Editor : Fabyan Ilat