BRAZZAVILLE – Delapan wanita menjadi korban amukan penduduk di Provinsi Kivu Selatan, Republik Kongo. Para korban dibunuh dengan cara sadis, dibakar dan digantung karena dituduh sebagai penyihir.
The Guardian melaporkan bahwa Kivu Selatan, provinsi yang terletak di timur Republik Kongo, baru-baru ini mengalami “perburuan penyihir”. Di Kalehe, salah satu dari delapan wilayah di Kivu Selatan, sebanyak 114 laporan tentang sihir telah dicatat oleh Asosiasi Perempuan di Media dari Juni hingga September.
Lima dari wanita yang dituduh dibakar sampai mati dan empat lainnya diseret oleh milisi lokal ke lokasi yang tidak diketahui, menurut organisasi tersebut sebagaimana dilansir Sputnik. Seorang kepala administrasi wilayah Kabare, wilayah lain di Kivu Selatan, mengatakan kepada Guardian bahwa enam orang telah tewas di sana sejak awal tahun.
Pejabat itu mengatakan bahwa mayoritas wanita yang terbunuh berusia di atas 60 tahun dan dicap sebagai "penyihir" oleh pengkhotbah lokal yang dikenal sebagai 'bajakazi'.
Bosco Muchukiwa, seorang profesor sosiologi dan direktur di Institut Tinggi Pembangunan Pedesaan di Bukavu, ibukota provinsi, menggambarkan 'bajakazi' sebagai dokter gadungan, kebanyakan wanita, yang percaya bahwa mereka mampu mendeteksi penyihir.
"Itu salah. Mereka tidak memiliki kekuatan apa pun, tetapi mereka mempermainkan orang-orang yang mereka manipulasi untuk menarik lebih banyak pengikut, meningkatkan reputasi mereka, dan mendapatkan lebih banyak pengaruh di desa,” kata Muchukiwa kepada Guardian.Seorang aktivis mengatakan kepada media bahwa dia telah menyaksikan perburuan penyihir penuh bulan lalu di wilayah Kalehe, dengan para pemuda mencari di kota Cifunzi dengan daftar “19 wanita di atas usia 65 tahun yang telah ditunjuk sebagai penyihir oleh seorang nabiah”.
Mayoritas wanita ini dikatakan dapat meninggalkan rumah mereka yang kemudian diratakan dengan tanah dan yang lainnya diselamatkan oleh pasukan lokal. Secara keseluruhan, Asosiasi Perempuan di Media mengatakan bahwa mereka telah mencatat 324 kasus dugaan santet antara Juni dan September di tiga distrik di Kivu Selatan.
Editor : Kim Tawaang