Kepala Daerah Terpilih Dilarang Menunjuk Staf Khusus dan Tenaga Ahli Setelah Pelantikan
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/10/32c0d_staf-khusus.jpg)
MANADO, iNEWSMANADO.ID — Kepala daerah yang baru terpilih di Indonesia dilarang mengangkat staf khusus maupun tenaga ahli setelah pelantikan yang dijadwalkan pada 20 Februari 2025 mendatang.
Larangan ini disampaikan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, dengan tujuan untuk menekan pemborosan anggaran daerah dan menghindari pengangkatan pegawai yang berbasis kepentingan politik.
Dalam pernyataannya, Zudan menegaskan bahwa aturan ini dibuat sebagai upaya untuk mengurangi pemborosan anggaran di daerah, mengingat jumlah pegawai administrasi yang ada sudah sangat banyak dan kemampuan anggaran daerah yang terbatas. "Pengangkatan staf khusus atau tenaga ahli akan berisiko menambah beban anggaran tanpa adanya urgensi yang jelas," ujarnya saat rapat evaluasi seleksi CPNS dan PPPK di kantor Gubernur Sulawesi Selatan pada Rabu, 5 Februari 2025.
Zudan menambahkan bahwa tenaga ahli sebenarnya sudah tersedia di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD), namun dalam praktiknya, pengangkatan staf tambahan sering dilakukan untuk memenuhi kepentingan politik kepala daerah, terutama untuk mengakomodir tim sukses dalam pemilihan kepala daerah. "Meski alasan yang sering diajukan adalah tidak adanya anggaran, kenyataannya banyak kepala daerah yang tetap mengangkat staf khusus atau tenaga ahli. Ini tidak boleh dibiarkan," tegasnya.
Berdasarkan data terbaru dari BKN, jumlah tenaga honorer atau non-ASN yang aktif saat ini mencapai 1.789.051 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 668.452 orang telah lulus seleksi PPPK tahap pertama pada 2024, sementara 207.459 orang yang tidak memenuhi syarat pada tahap pertama akan diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi tahap kedua.
Zudan juga menekankan bahwa kepala daerah yang membutuhkan tambahan pegawai harus melalui prosedur resmi, yaitu melalui seleksi CPNS. Proses rekrutmen CPNS akan disesuaikan dengan kebutuhan khusus di masing-masing daerah, seperti tenaga medis spesialis atau tenaga dengan pendidikan S1, S2, dan S3.
"CPNS akan dibuka kembali untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, namun pengangkatan staf khusus atau tenaga ahli tidak akan diperbolehkan," tambah Zudan. Dengan kebijakan ini, pemerintah pusat berharap dapat meningkatkan efisiensi anggaran daerah serta mendorong profesionalisme tenaga kerja di lingkungan pemerintahan daerah. (*)
Editor : Fabyan Ilat