get app
inews
Aa Text
Read Next : Wajib Tahu! Ini Kisah Sam Ratulangi pada Uang Kertas Baru Rp20.000

Jahja Daniel Dharma Pahlawan Sulawesi Utara, Perwira Handal Angkatan Laut Indonesia

Rabu, 10 November 2021 | 09:24 WIB
header img
Jahja Dharma. (Istimewa)

SELAIN Arie Lasut, pahlawan Sulawesi Utara lainnya yakni Jahja Daniel Dharma atau dikenal John Lie. Dia lahir di Manado 21 Maret 1911 dan tutup usia 77 Tahun pada 27 Agustus 1988. John Lie merupakan seorang laksamana muda TNI (purn) dan merupakan perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Dia lahir dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kay Thai).

Sebagaimana yang diceritakan oleh Rita Tuwasey Lie, keponakan John Lie, menginjak usia 17 tahun, John Lie kabur ke Batavia karena ingin menjadi pelaut. Di kota ini, sembari menjadi buruh pelabuhan, ia mengikuti kursus navigasi. Setelah itu John Lie menjadi klerk mualim III pada kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, perusahaan pelayaran Belanda.

Pada 1942, John Lie bertugas di Khorramshahr, Iran, dan mendapatkan pendidikan militer. Ketika Perang Dunia II berakhir dan Indonesia merdeka, dia memutuskan bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI. Semula ia bertugas di Cilacap, Jawa Tengah, dengan pangkat Kapten.

Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Kemudian dia memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, Manila, dan New Delhi.

Dia lalu ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis.

Pada masa awal (tahun 1947), ia pernah mengawal kapal yang membawa karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Oetojo Ramelan.

Sejak itu, ia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda. Karet atau hasil bumi lain dibawa ke Singapura untuk dibarter dengan senjata. Senjata yang mereka peroleh lalu diserahkan kepada pejabat Republik yang ada di Sumatra seperti Bupati Riau sebagai sarana perjuangan melawan Belanda.

Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli Belanda, juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan.

Untuk keperluan operasi ini, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw. Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi "penyelundupan".

Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap perwira Inggris. Di pengadilan di Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum.

Ia juga mengalami peristiwa menegangkan saat membawa senjata semiotomatis dari Johor ke Sumatra, dihadang pesawat terbang patroli Belanda.

John Lie mengatakan, kapalnya sedang kandas. Dua penembak, seorang berkulit putih dan seorang lagi berkulit gelap tampaknya berasal dari Maluku, mengarahkan senjata ke kapal mereka. Entah mengapa, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw tanpa insiden, mungkin persediaan bahan bakar menipis sehingga mereka buru-buru pergi.

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw adalah milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB. Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pada awal 1950 ketika ada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KASAL, Laksamana TNI R. Soebijakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali.

Pada masa berikut ia aktif dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku lalu PRRI/Permesta. Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.

Editor : Fabyan Ilat

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut